Cukong Politik Pilkada dan Kerentanan Korupsi Kebijakan Kepala Daerah

- 6 November 2020, 14:14 WIB
Ilustrasi korupsi.
Ilustrasi korupsi. /Pixabay/

SERANGNEWS.COM – Biaya kandidat untuk maju dalam Pilkada cukup besar. Tingginya biaya tersebut membuat para kandidat mencari sokongan dana dari para donator atau cukong. Dampak negatifnya, kerawanan korupsi kebijakan kepala daerah.

Hasil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018, memperlihatkan kebutuhan dana untuk ikut pilkada di tingkat kabupaten atau kota adalah Rp5-10 miliar. Sedangkan untuk menang harus menyediakan uang sekitar Rp65 miliar.

Sementara, sebagaimana Laporan Harta Kekayaan (LHK) calon kepala daerah (cakada) yang disampaikan kepada KPK, rata-rata total harta pasangan calon mencapai Rp18,03 miliar. Bahkan, ada satu pasPilkadaangan calon yang memiliki harta minus Rp15,17 juta.

Baca Juga: Jelang Hari Pahlawan, Kemensos RI Terima 20 Nama Calon Pahlawan

Kondisi tersebut membuat para cakada harus disokong para cukong untuk memenangkan pertarungan menjadi kepala daerah. Fakta ini diungkap KPK dalam rilis surveinya pada 2018.

Survei lembaga antirasuah ini menyebut, ada donatur yang membiayai peserta pilkada. "Hasil survei KPK di tahun 2018 menunjukkan sebanyak 82,3 persen dari calon kepala daerah (cakada) yang diwawancarai menyatakan adanya donatur dalam pendanaan peserta pilkada," ujar Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango dilansir Serangnews.com dari Antara, Kamis 5 November.

Pembiayaan oleh sponsor tidak hanya terbatas pada masa kampanye. Karena itu, KPK memperingatkan cakada cermat atas kepentingan ekonomi donatur yang mensponsori dalam pilkada serentak.

Baca Juga: Sempat Melawan, Tiga Pelaku Spesialis Bobol Toko Kelontongan Dibekuk Polres Serang 

Sebab, Nawawi mengatakan, sumbangan donatur yang kebanyakan adalah pengusaha, mempunyai konsekuensi pamrih untuk mendapatkan kemudahan perizinan dalam menjalankan bisnis.

Halaman:

Editor: Ken Supriyono

Sumber: Berbagai sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x