Partisipasi Anak Muda di Pilkada 2020 Rendah, Covid-19 & Ketidakyakinan ke Kandidat Jadi Alasan

- 24 November 2020, 23:23 WIB
Jejak pendapat harapan dan persepsi anak muda terhadap Pilkada 2020.
Jejak pendapat harapan dan persepsi anak muda terhadap Pilkada 2020. /Warga Muda for Serang News

SERANG NEWS – Partisipasi pemilih anak muda pada Pilkada 2020 masih rendah. Selain lantaran Covid-19, ketidakyakinan terhadap kandidat yang maju di Pilkada menjadi alasannya.

Gambaran tersebut terlihat dalam survei jejak pendapat ‘Harapan dan Persepsi Anak Muda di Pilkada’ yang dirilis Warga Muda bersama Perludem, Campaign.com, Golongan Hutan dan Change.org Indonesia.

Jejak pendapat dilakukan secara daring terhadap 9.087 responden di 34 provinsi. Dilaksanakan selama 1 bulan antara 12 Oktober-10 November 2020.

Survei disebarkan melalui kanal-kanal media sosial, aplikasi percakapan, website dan email pengguna Change.org Indonesia serta jejaring mitra penyelenggara.

Baca Juga: Pilkada di Masa Pandemi Covid-19, KPU Meminta Masyarakat Terutama Generasi Muda Tidak Hawatir

Komisaris Warga Wildanshah mengatakan, potensi suara anak muda dan partisipasi politik mereka belum secara optimal diakomodir oleh penyelenggara pemilu dan calon kepala daerah. Bahkan suara mereka berpotensi tersia-siakan.

Padahal, data KPU mencatat, pemilih muda pada usia 17-30 tahun jumlahnya sekitar 60 juta orang. Atau sekira 31 persen dari total Data Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2019.

“Mayoritas anak muda (usia 17-30 tahun) mengetahui Pilkada di daerahnya, tetapi mereka tidak mengetahui dan tidak yakin mengenai calon-calon kepala daerahnya,” kata Wildan melalui siaran pers yang diterima Serangnews.com, Selasa 24 November 2020.

Hasil survei menemukan antusiasme kalangan muda terhadap penyelenggaraan Pilkada 9 Desember 2020 relatif minim, yakni 27 persen.

Baca Juga: Pengamat Sebut Debat Pilkada Pandeglang Tidak Berpengaruh Terhadap Elektabilitas Paslon

"Sebesar 27 persen antusias, 52 persen menyatakan biasa saja, dan 14 persen tidak antusias," kata ungkap Wildan.

Mereka yang antusias memiliki berbagai alasan. Yakni, ingin daerahnya lebih maju (55 persen), ingin punya pemimpin yang lebih baik (26 persen), terpenuhi hak konstitusional (13 persen), mempertahankan pemimpin yang ada (2 persen), dan lainnya 1 persen.

Mereka yang tidak antusias juga memiliki alasan. Mereka menilai terlalu berisiko karena masih situasi pandemi Covid-19 (44 persen), pilkada atau tidak sama saja (34 persen), dan tidak ada kandidat yang bagus sebesar 11 persen.

"Menariknya, ada yang alasannya males aja (4 persen), dan mereka yang pada hari itu ada aktivitas lain atau program yang ditawarkan paslon kurang menarik antara 1-2 persen," ujarnya.

Baca Juga: KPU Pandeglang Siapkan Cara Khusus Layani Pasien Covid-19 Bisa Memilih di Pilkada Pandeglang

Namun, lanjut Wildan, sebenarnya secara pengetahuan kalangan muda sudah tahu jika akan ada penyelenggaraan pilkada cukup besar, yakni sebesar 80 persen meski 14 persen mengaku tidak tahu.

Dari pemahaman terhadap rekam jejak paslon, Wildan juga mencatat hanya 19 persen yang paham. Sementara mereka yang tidak paham cukup besar, yakni 43 persen sehingga perlu menjadi perhatian.

Menurut Wildan, itu bisa tanda bahaya karena anak muda masih kurang peduli dengan calon pemimpin di daerah mereka. Atau sebaliknya, calon pemimpin daerah memang masih berjarak dengan anak muda di daerahnya sendiri.

Baca Juga: Debat Kandidat Pilkada Cilegon: Akademisi Nilai Semua Kuasai Masalah, Helldy Unggul Solusi Teknologi

“Ini bisa jadi akibat kurangnya interaksi, sosialisasi, kontribusi, dan kolaborasi antara pemimpin daerah bersama komunitas-komunitas anak muda,” papar Wildan.

“Hasil survei ini mempertegas perlunya peningkatan akses dan pengetahuan politik anak muda agar dapat terlibat aktif dalam pembangunan di daerahnya,” sambung lulusan Universitas Soedirman (Unsoed) ini.

Sementara itu, peneliti Perludem Maharddhika mengatakan, kalangan muda yang menginginkan pilkada tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020 atau ditunda juga hampir imbang.

"Sebesar 41 persen ingin (pilkada) lanjut saja dengan protokol, 37 persen ingin ditunda karena masih pandemi, sementara 13 persen tidak peduli," ujarnya.

Baca Juga: KPK Sebut Pelaksanaan Pilkada Pintu Masuk Korupsi oleh Kepala Daerah 

Direktur Kerjasama Change.org Indonesia Desma Murni menambahkan, survei dilakukan kepada mayoritas responden survei (82%) adalah anak muda di rentang usia 17-30 tahun dan pengguna aktif media sosial.

Kata dia, tingginya partisipasi responden usia muda menyuarakan kepeduliannya terkait Pilkada menjadi indikasi positif partisipasi politik. Namun aspirasi itu perlu didengar dan ditindaklanjuti oleh para pemegang kebijakan di daerahnya.

“Calon kepala daerah yang ikut Pilkada semestinya dapat merangkul anak muda. Bukan hanya sebagai konstituen atau target pengumpulan suara, melainkan juga mendengarkan suara dan melibatkan mereka sebagai mitra untuk membangun daerahnya,” sambung Desma.***

Editor: Ken Supriyono


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x