Menurutnya, pemerintah sedang menunggu proses pemeriksaan awal. "Jadi tinggal menunggu hasilnya. MUI sebagai lembaga otoritas akan memberikan fatwa terkait masalah itu sebelum vaksin diedarkan," cetusnya.
Fatwa dari MUI tersebut, lanjut Ma’ruf, bisa tergolong dalam dua kategori, yakni kehalalan vaksin Covid-19 atau kondisi kedaruratan pandemi yang membolehkan vaksin tersebut disuntikkan ke masyarakat meskipun belum halal.
Baca Juga: Tito Keluarkan Instruksi Soal Prokes, Kepala Daerah Bisa Diberhentikan
“Kebolehan dari MUI itu bisa karena dia (vaksin) halal atau karena dasarnya kedaruratan, yang penting MUI sebagai lembaga otoritas akan memberikan fatwanya tentang masalah itu,” tambahnya.
Menurut pemberitaan Antara, vaksin dapat disuntikkan kepada masyarakat apabila memiliki otorisasi penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA), yakni izin sementara yang dikeluarkan untuk penggunaan metode atau produk medis tertentu.
Panduan EUA dikeluarkan oleh BPOM Amerika Serikat atau Food and Drug Administration (FDA) berdasarkan rekomendasi dan data informasi terkait.
Sementara itu, BPOM RI telah memastikan bahwa EUA untuk vaksin Covid-19 di Indonesia paling cepat bisa diperoleh pada Januari 2021.
Baca Juga: Ridwan Kamil: Sistem Kewenangan Pemerintahan Jakarta dengan Jabar Berbeda
Indonesia telah melirik beberapa kandidat vaksin dari sejumlah negara, termasuk buatan Sinovac dari China. Vaksin Sinovac saat ini telah memasuki tahap uji klinis tahap ketiga dan telah diaudit oleh tim dari BPOM dan MUI di Beijing, China.
Sementara proses penyuntikan vaksin kepada seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 260 juta jiwa akan dilakukan secara bertahap. kata Ma'ruf, para tenaga kesehatan, TNI-Polri, ASN yang melayani kepentingan publik dan guru akan mendapatkan prioritas.***