220 Kapal China Mendarat di Laut Natuna Utara, Filipina Geram dan Sebut China Provokasi Kedaulatan Negara

- 23 Maret 2021, 20:07 WIB
Kapal China Hohhot (Hull 161) milik PLA saat berpatroli di Laut China Selatan.
Kapal China Hohhot (Hull 161) milik PLA saat berpatroli di Laut China Selatan. /ChinaMilitary.com.cn


SERANG NEWS - Pemerintah Filipina geram terhadap ulah Pemerintah China dan menyebut melalukan provokasi terhadap kedaulatan negaranya.

Tuduhan Filipina menyusul adanya 220 kapal China yang mendarat di Laut Cina Selatan (ILC) atau Laut Natuna Utara.

Protes keras pun dilakukan pihak Pemerintah Filipina. Sebagaimana diberitakan Reuters pada Minggu 21 Maret 2021, Pejabat Filipina melaporkan sekitar 220 kapal, yang diyakini diawaki oleh personel milisi maritim China.

Baca Juga: Pasukan Perang China Mulai Siap Siaga di Laut Natuna Utara usai Militer AS Kirim 2 Kapal Perang

Baca Juga: Undang-Undang China atas Laut Natuna Utara Ancam Kedaulatan Indonesia, Filipina dan Jepang Ajukan Protes

Kapal itu terlihat berlabuh di Whitsun Reef, yang disebut Manila sebagai Julian Felipe Reef, pada 7 Maret.

"Pengerahan yang terus berlanjut, kehadiran, dan aktivitas kapal China yang berlarut-larut melanggar kedaulatan Filipina," kata Kementerian Luar Negeri Filipina dalam nota protes diplomatiknya kepada China.

"Kehadiran mereka yang mengerumuni dan mengancam menciptakan suasana ketidakstabilan dan secara terang-terangan mengabaikan komitmen China untuk memajukan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu," sambung pejabat kementerian Filipina tersebut.

Baca Juga: Mantan Jaksa Agung Meninggal, SBY Sampaikan Bela Sungkawa: Almarhun Penegak Hukum yang Amanah

Baca Juga: Mulai 1 April 2021 Tilang Elektronik ETLE Diberlakukan Polda Banten di Kota Serang, Berikut Titik Lokasinya

Hal senada dikatakan Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana. Kehadiran kapal milisi di Whitsun Reef disebut provokatif.

"Tindakan provokatif yang jelas untuk memiliterisasi daerah tersebut dan mendesak China untuk menarik kembali kapal-kapal yang melanggar hak maritim negara itu," tulis pemberitaan Reuters dikutip SerangNews.com, Selasa 23 Maret 2021.

Tuduhan Filipina dibantah pihak Kedutaan Besar China di Manila. Mereka mengatakan kapal-kapal yang terlihat di Whitsun Reef itu kapal penangkap ikan dan berlindung karena kondisi laut yang buruk.

"Tidak ada milisi maritim China seperti yang dituduhkan. Setiap spekulasi seperti itu tidak membantu apa-apa selain menyebabkan gangguan yang tidak perlu," kata pejabat kedutaan China tersebut.

Baca Juga: KPK Minta Gubernur Kepulauan Riau Tidak Main-main soal Penunjukkan Stafsus

Baca Juga: Viral Gandakan Uang di Medsos, Polisi Tetapkan Herman Alias Ustadz Gondrong Jadi Tersangka

Diberitakan Antara yang dikutip SerangNews.com, pengadilan internasional membatalkan klaim China atas 90 persen wilayah LCS pada 2016.

Akan tetapi, pihak Beijing tidak mengakui keputusan tersebut. Bahkan telah membangun pulau-pulau di perairan sengketa yang dilengkapi dengan radar, senjata rudal, dan hanggar untuk jet tempur.

Jay Batongbacal, seorang ahli LCS di Universitas Filipina, mengatakan kebijakan persahabatan Presiden Rodrigo Duterte untuk menjauh dari Washington dan lebih dekat dengan China adalah penyebab serbuan itu.

"Apa pun peluang yang kita miliki untuk memperlambat atau menghentikannya, sudah hilang," kata Batongbacal.

China mengklaim hampir semua wilayah LCS yang kaya energi, yang juga merupakan jalur perdagangan utama. Filipina, Brunei, Vietnam, Malaysia, dan Taiwan, memiliki klaim yang tumpang tindih di wilayah itu.***

Editor: Ken Supriyono

Sumber: REUTERS Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x