SERANG NEWS - Pembantu rumah tangga masih dipandang sebelah mata rentan menjadi korban korban kekeran
Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sudah lama mandeg penting untuk dilanjutkan dan segera disahkan menjadi undang-undang.
Desakan tersebut disampaikan anggota Komisi III DPR RI Rano Alfath. Dia menilai urgensi RUU tersebut sangat tinggi di tengah maraknya kasus penyiksaan dan kekerasan yang dialami oleh PRT.
Baca Juga: Aklamasi, Rano Alfath Kembali Pimpin DPD KNPI Banten: Saatnya Pemuda Bersatu dan Perkuat Pembangunan
“Fraksi PKB mendukung penuh dan akan bekerja sekeras tenaga agar RUU ini bisa segera disahkan menjadi undang-undang, sesuai dengan arahan dari Ketum Gus Muhaimin," kata Rano Alfath kepada awak media, Rabu 22 Desember 2022.
Anggota DPR RI yang terpilih di daerah pemilihan Banten III (Tangerang Raya) ini menilai, RUU PPRT sangat mendesak. Namun, pembahasan sudah lama terhenti.
"Kita akan minta pembahasannya dibuka kembali setelah sekian lama stagnan dan mengkaji poin-poin krusial yang menjadi pokok pembahasannya," tutur Rano.
Baca Juga: Pasang Rano Alfath untuk Kandidat Pilgub Banten, Gus Muhaimin: Kader Muda PKB Potensial
Sejak diusulkan ke DPR RI pada 2004, lanjut Rano Alfath, perjalanan pengesahan RUU PPRT masih belum menemukan titik temu.
Ia mengungkapkan bahwa pengesahan Undang-Undang (UU) PPRT sangat penting lantaran kekerasan yang dialami Pekerja Rumah Tangga (PRT) sulit diidentifikasi.
“Persepsi negatif di masyarakat terhadap pembantu rumah tangga adalah sering tidak dianggap pekerja," ujarnya.
"Padahal PRT adalah sebuah profesi layaknya profesi lain yang membutuhkan regulasi untuk mengatur dan menjamin perlindungan terhadapnya,” sambung pria yang menjabat Ketua DPD KNPI Provinsi Banten.
Rano lantas memaparkan data dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT).
Data terakhir dari Jala PRT, hingga Desember 2021 menyebut rata-rata terjadi 400-an kekerasan terhadap PRT dari berbagai aspek seperti psikis, fisik, ekonomi, pelecehan seksual, dan perdagangan manusia, dan lain-lain.
"Hal ini sangat memprihatinkan, pemerintah dan legislator wajib tergerak hatinya untuk memberikan perlindungan terhadap para PRT,” kata Rano Alfath.***