Politisi Demokrat Bandingkan Pasal Penghinaan Presiden di KUHP di Masa SBY, Mahfud MD: Agak Ngawur!

10 Juni 2021, 09:47 WIB
Menkopolhukam Mahfud MD tanggapi pernyataan Politis Partai Demokrat Benny Harmad yang bandingkan pasal penginaan presiden di era SBY. /Instagram@mohmahfudmd/

SERANG NEWS – Menkopolhukam Mahfud MD tanggapi pernyataan Politisi Partai Demokrat Benny Harman menyoal pasal penghinaan presiden dalam Kitab Hukum Undang-undang Pidana (KUHP).

Tanggapan Mahfud MD atas pernyataan Politisi Partai Demokrat Benny Harman yang membandingkan polemik pasal penghinaan di KHUP pada masa pemerintahan saat ini dan masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Anggota DPR RI Benny Harman menyinggung saat SBY jadi Presiden tidak melaporkan orang yg menghina dengan ungkapan ‘kerbau’ pada tahun 2010 silam. Lantaran pasal penghinaan Presiden dihapus oleh Mahkamah Konstitusi saat dipimpin Mahfud MD,” cuit akun Partai Demokrat melalui akun resmi Twitternya yang dikutip SerangNews.com, Kamis 10 Juni 2021.

Baca Juga: Target Vaksinasi 1 Juta per Hari, Jokowi Minta Wahidin Halim Vaksin Covid-19 Tangerang Raya Diperbanyak

Cuitan itu lantas direspon Mahfud MD. Menurutnya, pernyataan itu ngawur dan mencoba meluruskan yang sebenarnya terjadi.

“Agak ngawur. Penghapusan pasal penghinaan presiden dilakukan jauh sebelum saya masuk ke MK (Mahkamah Konstitusi-red),” balas Mahfud MD mengomentari melalui cuitan akun Twitter @mohmahfudmd.

Mantan Presidium MN KAHMI itu kemudian menyampaikan duduk perkara untuk melurukan tuduhan yang disampaikan Politisi Demokrat Benny Harman.

“Saya jadi hakim MK April 2008. Sebelum saya jadi Menko RKUHP sudah disetujui oleh DPR, tapi September 2019 pengesahannya ditunda di DPR,” ujarnya.

Baca Juga: Mahfud MD Sebut Unhas di Padang Jadi Trending Twitter

Mahfud MD lantas menyarankan Benny Harman dan angota Fraksi Partai Demokrat di DPR Ri melakukan pencoretan pasal tersebut jika dirasa kurang tepat.

“Karena sekarang di DPR, ya coret saja pasal itu. Anda punya orang dan fraksi di DPR,” cetus Mahfud.

Sebelumnya pihak Kemenkumham telah menyampaikan soal polemik pasal penginaan presiden  di dalam RKUHP.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej memastikan, pasal tersebut tidak akan menghambat praktik demokrasi di Indonesia.

Baca Juga: Pamerkan Jam Tangan Lokal, Mahfud MD: Kita Harus Perhatikan, Birokrasi Jangan Bertele-tele

"Pasal penghinaan presiden tidak akan digunakan untuk memenjarakan mereka yang mengkritik kebijakan pemerintah," ujar Edward Omar Sharif Hiariej, Jumat 9 April 2021 yang dikutip SerangNews.com dalam Pikiran-rakyat.com

Wamenkumham yang lebih populer dengan sapaan Prof. Eddy itu juga mengatakan suatu kritik terhadap pemerintah tidak dapat dipidana.

"Sekali lagi, baca ayat tiganya, apabila itu suatu kritik terhadap pemerintah, tidak dapat dipidana. Ada di situ semua pasalnya," katanya.

Baca Juga: Penyidik KPK Ditangkap Peras Walikota Tanjungbalai, Benny K Harman: UU KPK Dirancang agar KPK Tidak Tajam

Sebelum-sebelumnya, dalam berbagai kesempatan beberapa kelompok masyarakat sipil sempat mengkritik keputusan pemerintah, yang mempertahankan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP, karena ketentuan itu dinilai bakal membatasi kebebasan berpendapat.

Sebagai informasi, Amnesty International pada tahun lalu, mengemukakakan pendapat mengenai pasal penghinaan terhadap presiden, yakni Pasal 218 dan Pasal 219 RKUHP, represif dan dapat mengancam kebebasan berpendapat.

"Kritik terhadap pemerintah itu sangat penting agar pemerintah dapat berbenah diri dan hati-hati dalam mengambil keputusan atas suatu kebijakan," tulis Amnesty International dalam catatan kritisnya terhadap RKUHP tahun lalu.***

Editor: Ken Supriyono

Tags

Terkini

Terpopuler