Sejarah Oeridab, Uang Banten di Masa Darurat Pemerintahan Indonesia (2) Desain Jenis Pecahan Uang

- 16 November 2020, 16:30 WIB
Uang Banten atau Oeridab yang berlaku di masa darurat Pemerintahan Indonesia akibat Agresi Militer Belanda II.
Uang Banten atau Oeridab yang berlaku di masa darurat Pemerintahan Indonesia akibat Agresi Militer Belanda II. /Serang News

SERANGNEWS.COM – Uang Daerah Republik Indonesia atau Oeridab yang dicetak dan berlaku di Residen Banten, kini menjadi salah satu koleksi sejarah Museum Negeri Banten di Kota Serang.

Oeridab dikeluarkan karena Agresi Militer Belanda II sekaligus aksi blockade ekonomi oleh pasukan sekutu. Aksi tersebut membuat pemerintah pusat tidak dapat berkomunikasi dengan pemerintah daerah.

Bahkan, krisis moneter dan kelangkaan uang pun tak bisa dihindarkan.

Karena suasana perang yang terus berkecamuk juga turut menyebabkan sulitnya peredaran uang Republik Indonesia di beberapa wilayah tertentu. Keresidenan Banten salah satunya.

Baca Juga: Yadi Ahyadi, Perawat Naskah Kuno Sejarah Banten (2): Banyak yang Anggap Manuskrip Keramat

Masa itu, Residen Banten dipimpin KH Achmad Chatib. Kewenangannya mengeluarkan mata uang sendiri tidak lepas dari mandat Presiden Soekarno di Yogjakarta.KMB

Oeridab pun diberlaku di daerah Banten. Termasuk wilayah di Tangerang, Jasinga Bogor, dan Lampung Selatan.

Pada desain Oeridab, tercetus tanda tangan KH Achmad Chatib dan Yusuf Adiwinata sebagai kepala pejabat Keuangan Dewan Pertahanan Daerah Banten.

DESAIN OERIDAB

Berlaku pada masa darurat, Oeridab memiliki desain yang sangat mewah. Desain uang itu secara khusus digambar E Edel Yusuf.

Baca Juga: Muhammadiyah Sebut RUU Minol Penting dan Mendesak 

Edel lantas membawa desain itu kepada M Ruyani dan Dana di Kecamatan Petir. Kepada dua orang itulah Edel memercayakan desainnya dibuatkan klise cetakan.

Desain yang sudah berbentuk klise dari bahan kayu sawo itu kemudian dicetak 11 pekerja percetakan yang beralamat di Jalan Diponegoro Nomor 6, Kota Serang, milik Abdul Rojak.

Bentuk Oeridab meliputi pecahan Rp1, Rp5, Rp10, Rp25, Rp50, dan Rp100. Pecahan tersebut dicetak dalam jumlah yang tidak terhitung. Masa pencetakan Oeridab dari Februari sampai 11 Agustus 1948.

Dari desain setiap pecahan, mata uang Rp1 dibuat dari bahan kertas berwarna dasar cokelat muda berukuran 13x6,5 cm.

Warnanya didominasi merah muda. Gambar berupa padi dan kapas yang melingkari gambar senapan cangkul dan palu.

Baca Juga: Nathania Luvena, Penulis Berusia 17 Tahun asal Banten yang Berhasil Menulis 15 Buku

Uang Rp5 berukuran 14x7,5 cm dengan didominasi warna hijau yang bergambar padi dan burung. Dominan hijau juga terlihat pada desain pecahan uang Rp10.

Sementara, gambarnya berupa kubah dan Masjid Agung Banten. Di kiri dan kanan kubah terdapat senjata debus dan keris.

Mata uang bernilai Rp25 punya ukuran yang sama dengan pecahan Rp5 dan Rp10. Gambar dan tulisan keseluruhan merah dengan hiasan pinggir berbagai flora.

Pada sisi kirinya terdapat menara Masjid Agung Banten dalam lingkaran padi. Lalu, gapura Kaibon dalam lingkaran padi pada sisi kanan.

Baca Juga: Bulan Lahir Menunjukan Kepribadian Seseorang (2), Mungkinkah Anda Api atau Pohon

“Warnanya yang merah dadap membuat orang masa itu menyebut uang kembang dadap,” kata Yadi.

“Desain Oriedab tergolong uang yang paling mewah. Mulai dari bahan sampai desain. Berbeda dengan Yogjakarta dan Lampung yang hanya kertas biasa seperti fotokopi yang distampel,” sambung pegiat Klinik Pusaka Banten itu.

Selain pecahan tersebut, Banten juga mencetak pecahan Rp100 bahan dasar terbuat dari timah. Akan tetapi, pecahan uang Rp100 belum tersebar karena terjadi Agresi Militer Belanda ke Banten.

Selain Residen Banten, masa itu beberapa daerah lain juga mencetak uang yang sama untuk transaksi di daerahnya masing-masing. Antara lain, Sumatera, Yogjakarta, dan Surakarta.

Baca Juga: Diversifikasi Pangan, Ini 6 Komoditas Pengganti Nasi Rekomendasi Kementan

Baca Juga: Tekan Penyebaran Covid-19, CFD di Kota Serang Minggu Besok Ditiadakan

Penerbitan berbagai jenis mata uang dalam bentuk Oerida dinilai banyak kalangan cukup membantu Republik tetap bertahan menghadapi serbuan uang NICA di daerah.

Selain itu, penerimaan masyarakat terhadap Oerida juga membuktikan posisi kuat Republik di berbagai daerah pendudukan Belanda.

Setelah ada kesepakatan Indonesia dan Belanda melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Desember 1949, Oerida atau secara umum dikenal dengan sebutan Oeri dihentikan.

Uang-uang itu harus ditarik setelah Indonesia dan Belanda sepakat mengeluarkan uang baru melalui De Javasche Bank, bank sentral Hindia Belanda yang kini menjadi Bank Indonesia (BI) sejak 1 Juli 1953.***

Baca Juga: Sejarah Oeridab: Uang Banten di Masa Darurat Pemerintahan Indonesia (1) Dicetak pada Orang China

Editor: Ken Supriyono


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah