MATA AIR ILMU PENGETAHUAN
Sementara, tepat di depan masjid Jami An-Nawawi, berdiri 'bai' atau rumah Syekh Nawawi sebelum menetap di Tanah Suci. Rumah bercat hijau itu berukuran 6x8 meter dan sudah berstatus cagar budaya. Oleh warga setempat, rumah dijadikan perpustakaan menyimpan kitab-kitab karya Syekh Nawawi Al Bantani.
Berderet kitab berbahasa arab tersusun rapi pada rak berbahan kayu. Pada dinding perpustakaan kitab itu tertulis, “Di Bumi Inilah, Syekh Nawawi Al Bantani Mencurahkan Inspirasinya.”
Karya Syekh Nawawi Al Bantani dalam berbagai sumber literasi disebut jumlahnya mencapai 40 kitab berahasa arab. Sebanyak 22 kitab masih dirujuk sebagai lliterasi wajib pondok pesantren. Di antaranya, Tijan al-Danari, Marah Labid, Uqul al-Lujayn, Tanqih Qawi al-Hathith, Nasai’ih al-Ibad, dan Nihayat al-Zayn
Kemudian, Qatr al-Ghayth, Maraqi al-Ubudiyah, Fath al-Majid, Qami’ al-Tughyan, Mirqat Su’ud al-Tasdiq, Sulam al-Munajat, Nur al-Zalam, Madarit al-Su’ud, dan Bahjat al-Wasa’il. Termasuk kitab tafsirnya yang sangat fenomenal, Marah Labid.
Baca Juga: Jadi Ikon Wisata Religi Banten, Ini 7 Fakta Menarik Masjid Agung Banten Lama
Sayangnya, kitab-kitab tersebut bukan edisi aslinya. Namun, dari hasil percetakan Darul Fikri, Jakarta. Setiap malam Selasa, warga Kampung Pesisir secara rutin mengaji kitab karya Syekh Nawawi. “Kitab ulama lain juga. Tapi kita dahulukan kitabnya Syekh Nawawi,” aku H Husni.
Setahun menyemai benih pengetahuan di tanah kelahiran, Nawawi kembali berlayar ke Tanah Suci. Melanjutkan pelajaran tingkat mahir di bawah asuhan ulama-ulama ternama pada masanya. Al-syeikh Khatib Sambas, Al-syeikh Abdul Ghani Bima, Syekh Yusuf Sumbulaweni adalah beberapa nama ulama tersohor yang menempanya.
Di tanah suci, kitab-kitabnya menjadi menjadi rujukan ulama-ulama se-Nusantara. Penulis Biografi Syekh Nawawi AlBantani, Profesor Tihami menyebut, tidak kurang 22 kitabnya masih dipakai sebagai buku ajar sampai sekarang. Tidak hanya di pondok pesantren, juga perguruan tinggi di Timur dan Barat.