Tirto Adhi Soerjo, Jejak Bapak Pers sekaligus Pahlawan Nasional

- 7 Desember 2020, 10:28 WIB
Tirto Adhi Soerjo
Tirto Adhi Soerjo /Dok. Pikiran Rakyat/

SERANG NEWS - “Sebuah iring-iringanan kecil, sangat kecil, menghantarkan jenazah ke peristirahatan terakhir di Manggadua, Jakarta. Tak ada pidato-pidato sambutan. Tak ada yang memberitakan jasa-jasa dan amalnya dalam hidup yang tidak begitu panjang.”

Sepenggal kisah pada 7 Desember 1918 itu, ditulis Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya berjudul Sang Pemula. Itulah hari terakhir kisah prosesi pemakaman seorang Tirto Adhi Soerjo.

Lewat karya yang kali pertama terbit pada 1985 itu, Pramoedya Ananta Toer mengenalkan secara langsung sosok Tirto Adhi Soerjo sebagai Bapak Pers Nasional.

Sebelumnya, satrawan kenamaan asal Blora ini mengenalkannya secara samar lewat sosok imajinatif bernama Minke, melalui karya ‘Tetralogi Pulau Buruh’ yang mendunia (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca).

Baca Juga: Mewarisi Spirit Raden Mas Tirto Adhi Soerjo

Baca Juga: Masa Pembuangan dan Akhir Kisah 'Jalan Sunyi' Bapak Pers Indonesia Tirto Adhi Soerjo

Lewat Sang Pemula ini, Pram dengan terang menujukkan langsung identitas sejati si misterius Minke, yang tak lain adalah Tirto Adhi Soerjo. Bapak dari bapak bangsa, sang dinamisator pergerakan nasional, perintis penyadaran bangsa agar bergegas bangun tidur untuk segera meninggalkan nasib sebagai bangsa terperintah.

“Atas jasa Pram, sebagian kalangan kini mengenal Tirto Adhi Soerjo dengan gelar Bapak Pers Indonesia,” tulis Muhidin M Dahlan yang dikutip SerangNews.com dari buku berjudul ‘Karya-karya Lengkap Tirto Adhi Soerjoa: Pers Pergerakan dan Kebangsaan’.

Tirto Adhi Soerjo disebut Bapak Pers Indonesia atau Bapak Pers Nasional, karena sebagai orang Indonesia pertama yang mampu menerbitkan surat kabar yang ditulis, dimodali, dan dikelola oleh kaum bumiputra sendiri.

“Andil perjuangan jurnalistik Tirto kian meluas hingga mewujud menjadi wartawan pembela kaum tertidas. Perintis jurnalisme advokasi yang pertama-tama di Indonesia dengan menggunakan kuasa media sebagai senjata untuk memperjuangkan nasib rakyat, alias pengawal pikiran umum,” tulis Muhidin lebih lanjut.

Tirto memulai jalan jurnalismenya dengan mendirikan Soenda Berita (SB), yang diterbitkan pada 7 Februari 1903. SB didirikan dari hasil penjualan seluruh harta benda Tirto selama tinggal di Betawi (sekarang Jakarta).

Baca Juga: Senjata Pena Tirto Adhi Soerjo, Mas Marco Kartodikromo: Pengguncang Bumiputra Bangun Dari Tidurnya

“Kekurangannya (modal-red) ditutupi oleh Bupati Cianjur, RAA Prawiradireja,” tulis M Rodhi As’ad dalam buku Tirto Adhi Soerjo Bapak Pers Nasional.

Kantor redaksi SB dan percetakanya di Cianjur Jawa Barat. Terbitnya seminggu sekali.

Empat tahun berselang, Tirto mendirikan kembali surat kabar yang cakupannya lebih luas. Yakni, Medan Prijaji (MP) yang mulai terbit pertama pada Januari 1907. Lahirnya MP kemudian menjadi saluran Tirto dalam menyuarakan visi kebangsaan masa itu.

“Kaum kami sudah tidak seperti dulu (yang) hanya terdiri dari orang-orang kecil yang hina dina, tetapi keadaan kaum kami sudah jauh maju,” tulis Tirto pada MP yang memiliki visi, “Suara bagi sekalian Raja-raja, bangsawan, asali dan pikiran,  priayi dan saudagar bumiputra dan officier-officier serta saudagar-saudagar dari bangsa terperintah lainnya yang dipersamakan dengan anak negeri di seluruh Hindia Olanda.

Baca Juga: Sejarah Oeridab, Uang Banten di Masa Darurat Pemerintahan Indonesia (2) Desain Jenis Pecahan Uang

Tirto juga tercatat mendirikan media dengan nama Soeloh Keadilan (1907) yang menjadi media penyuluh bidang hukum dan pemerintah. Selain juga Poetri Hindia (1908) yang menjadi surat kabar perempuan pertama masa itu.

Atas jasanya, pada 10 November 2006 mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Jasa Kehormatan Maha Putra Adipratama masa pemerintahan Presiden Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Tirto sendiri pernah berkata, “Semboyan kita tentang perjuangan untuk mencapai kemajuan tidak boleh hanya menjadi omong kosong saja.”

Tirto, tulis M Rodhi As’ad memang tak hanya omong kosong belaka. Boleh dibilang Tirto Adhi Soerjo menjadi penggerak awal kegiatan berkebangsaan melalui pergerakan perhimpunan.

Tercatat, selain media, Tirto juga membidani organisasi pergerakan. Pada 1906, ia mendirikan Sarikat Prijaji. Organisasi yang dikelola secara modern pertama yang dua tahun lahir sebelum lahirnya Boedi Oetomo (BO) pada 1908.

Kemudian, pada 1909, Tirto juga mendirikan Sarekat Dagang Islamiah (SDI) di Bogor dan 1911 di Batavia. Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal Sarekat Islam yang turut membesarkan nama HOS Tjokroaminoto.

Baca Juga: Jejak Bersejarah Hotel Voos Kota Serang (2/selesai) Kisah Pengibaran Merah Putih Pertama di Banten

Tirto Adhi Soerjo layak diingat kembali untuk memberi semangat para pelanjut dunia pers dan pergerakan. “Seorang dari orang-orang terpenting pada tahun-tahun pertama gerakan nasionalisme Indonesia,” tulis J Erkelens dalam Sang Pemula karya Pramodya Ananta Toer.

“Pelopor jurnalistik Indonesia,” ucap Ki Hajar Dewantara. “Pengguncang bumiputra bangun dari tidurnya,” ucap Mas Marco Kadikromo, dan “Pendiri Sarikat Dagang Islamiah… kebebasan ekonomi-rakyat menjadi tujuan dan Islam jiwanya, guna kekuatan dan persatuan….” tutur Moh Hatta. ***

Editor: Ken Supriyono

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah