Anies Baswedan Baca Buku 'Bagaimana Demokrasi Mati' ini Sinopsis Buku Karya Levitsky & Ziblatt

- 22 November 2020, 17:42 WIB
Anies Baswedan mengungah foto tengah membaca buku bagaimana demokrasi mati.
Anies Baswedan mengungah foto tengah membaca buku bagaimana demokrasi mati. /Instagram Anies Baswedan

SERANG NEWS - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menjadi perbincangan publik di jagad media sosial.

Perbincagan ini dimulai ketika Anies memposting foto aktivitas dirinya sedang membaca buku.

Dalam postingan terlihat Anies yang sedang duduk di kursi sedang membaca buku dengan judul 'How Democrasies Die'. yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, memiliki arti 'Bagaimana Demokrasi Mati'

Baca Juga: Jokowi dan Pertinggi Negara Rame-rame ‘Keroyok’ Sentil Anies Baswedan

"Selamat pagi semua. Selamat menikmati Minggu pagi," tulis Anies melalui akun instagram @Aniesbaswedan pada Minggu 22 November 2020 pukul 10.23 WIB.

Postingan tersebut sontak mengundang reaksi netizen. Pantauan Serangnews.com pada pukul 16.55 WIB, postingan itu sudah mendapatkan like sebanyak 203.535 dan komentar hingga 8.518.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Anies Baswedan (@aniesbaswedan)

 

Ada beberapa yang menyebut, Anies sedang memberikan kode keras. Akan tetapi, tidak disebutkan kode itu ditunjukkan.

"Judul Bukunyaa Kode Kerass! Sehat selalu pak! salam dari Jabar," tulis akun @ozonnmariana yang membuat komentarnya mendapat tanggapan like hingga 2.261.

Buku berjudul 'How Democracies Die' yang diposting Anies dan viral tersebut merupakan karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Keduanya adalah seorang ilmuwan politik lulusan Universitas Harvard, Amerika Serikat.

Baca Juga: Pasca Dipanggil Polisi, Tagar Anies Baswedan for Presiden Indonesia 2024 Trending di Twitter

Buku itu terbit pada 16 Januari 2018 lalu. Lebih jauh, buku ini memaparkan catatan yang teliti bagaimana praktik demokrasi mengalami kehancuran dan berubah menjadi bentuk pemerintahan lain yang mengerikan dari berbagai negara, khususnya di Amerika.

Dengan layar penulis sebagai ilmuan politik dan pemerintahan, catatan penulis tidak hanya seluas peristiwa yang terjadi di Amerika dalam waktu-waktu terakhir ini.

Melalui rentang ruang dan waktu yang lebih luas, dua professor itu menyajikan gambaran sejarah jalan kematian demokrasi akibat otoritarianisme di belahan dunia.

Baca Juga: Serukan Pemulihan Kesehatan dan Ekonomi Dunia di Forum KTT G20, Jokowi: Vaksin Covid-19 Amunisinya

Paparan penulis memperlihatkan, demokrasi tidak lagi berakhir dengan ledakan dalam revolusi atau kudeta militer, tetapi dengan rengekan: melemahnya lembaga-lembaga kritis yang lambat dan terus-menerus, seperti peradilan dan pers, dan erosi bertahap dari norma-norma politik yang telah lama ada.

Buku itu pun mengulas politik di Amerika Serikat sejak masa kepemimpinan Donald Trump yang terpilih pada tahun 2016.

Seperti diketahui, Donald Trump merupakan salah satu presiden paling kontroversial dalam sejarah Amerika.

Baca Juga: Debat Kandidat Pilkada Pandeglang: Irna-Tanto vs Thoni-Imat, Siapa Kuat dan Hebat?

Menurut para analis dalam paparan buku, Kepresidenan Donald Trump telah menimbulkan pertanyaan yang banyak dari kita tidak pernah mengira akan kita tanyakan: Apakah demokrasi kita dalam bahaya?

Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt telah menghabiskan dua dekade mempelajari kerusakan demokrasi di Eropa dan Amerika Latin, dan mereka yakin jawabannya adalah ya.

Demokrasi tidak lagi berakhir dengan ledakan dalam revolusi atau kudeta militer, tetapi dengan rengekan: melemahnya lembaga-lembaga kritis yang lambat dan terus-menerus, seperti peradilan dan pers, dan erosi bertahap dari norma-norma politik yang telah lama ada.

Baca Juga: Ditolak Ormas Datang Ke Banten, FPUIB : Kami Siap Sambut dan Jaga Habib Rizieq

Kabar baiknya adalah ada banyak jalan keluar menuju otoritarianisme. Kabar buruknya adalah, dengan memilih Trump pada Pilpres AS 2016 lalu.

Berdasarkan penelitian puluhan tahun dan berbagai contoh sejarah dan global, dari tahun 1930-an Eropa hingga Hongaria kontemporer, Turki, dan Venezuela, Levitsky dan Ziblatt menunjukkan bagaimana demokrasi mati dan bagaimana kita dapat diselamatkan.***

Editor: Ken Supriyono

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x