Sejarah Oeridab: Uang Banten di Masa Darurat Pemerintahan Indonesia (1) Dicetak pada Orang China

- 16 November 2020, 12:18 WIB
Mesin cetak Fritz Rozak dan pecahan Oeridab Banten.
Mesin cetak Fritz Rozak dan pecahan Oeridab Banten. /Serang News

SERANGNEWS.COMAgresi Militer Belanda II 1948 membuat Indonesia berada pada masa darurat pemerintahan. Ditambah blockade ekonomi yang dilakukan negara-negara sekutu.

Ekonomi yang sulit membuat Pemerintah Indonesia yang baru merdeka tiga tahunan mengeluarkan kebijakan uang daerah.

Residen Banten salah satu daerah yang diberi kewenangan untuk mengeluarkan Uang Daerah Republik Indonesia, atau yang dikenal dengan sebutan Oeridab.

Pecahan uang bersejarah itu, kini masih tersimpan di Museum Negeri Banten dan Museum Purbakala Banten Lama Kota Serang. Kendati, bangunan percetakannya sudah hilang dimakan waktu.

Baca Juga: Jejak Bersejarah Hotel Voos di Kota Serang (1) Dijadikan Makodim sampai Berganti Mal

Nama tempat percetakan untuk numeratornya adalah Fritz Rozak, yang dimiliki Abdul Rojak. Dari aktivitas percetakan pada 1948 itulah uang Banten atau Oeridab dihasilkan.

Selain untuk percetakan uang, konon Fritz Rozak mulanya dipakai untuk mencetak surat kabar De Banten Bode. Koran yang terbit dekade 1920-an hingga berhenti pada 1942.

“Mesinnya kini tersimpan di Museum Purbakala Banten Lama,” kata peneliti Bantenologi Yadi Ahyadi di Kota Serang, beberapa waktu lalu.

Pekerjaan yang dilakukan Abdul Rojak berdasarkan Surat Ketetapan Kepala Pejabat Keuangan Dewan Pertahanan Daerah Banten No. UU/94 tanggal 26 Mei 1948. Masa ini Residen Banten dipimpin KH Achmad Chotib.

Baca Juga: Muhammadiyah Sebut RUU Minol Penting dan Mendesak 

Sebagai pemilik percetakan, Rojak merangkap pimpinan. Ia didampingi R Abubakar Winangun, M Sastra Atmadja, M Solihin. Sementara, pejabat penerima, penyimpan, dan pengedaran uang kertas dipercayakan kepada M Ismail.

Peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung Lasmiyati yang meneliti sejarah Oeridab menulis, ahli dan karyawan percetakan berjumlah 11 orang. Lima orang di antaranya, yaitu Muhamad Jupri, Suparman, Muhamad Tohir, Senen, dan Sanah.

Menurut Yadi, Percetakan Fritz Rojak yang dimiliki Abdul Rojak digunakan sebagai tempat untuk numerator atau pemberian nomor seri uang.

“Kalau cetak uangnya di percetakan milik orang China,” kata Yadi.

Baca Juga: Bulan Lahir Menunjukan Kepribadian Seseorang (1) Mungkinkah Anda Naga atau Phoenix

Pendapat Yadi diperkuat budayawan Iwan Subakti. Ia menyebut Fritz Rozak dulunya percetakan Belanda untuk cetakan handpress.

Oeridab dicetak pada percetakan Lie Fung milik orang Tionghoa,” ujarnya.

Kata Iwan, percetakan milik Lie Fung milik orang Tionghoa itu lokasinya berdekatan dengan Fritz Rojak. Tapi, bekas bangunannya kini telah berdiri sebuah toko ritel modern.

“Ketika kakek saya masuk rumah itu, dulu banyak cetakan uang Oeridab yang belum diberi nomor dan tanda tangan,” kata Iwan.

Baca Juga: Sudah Menikah, Sule Pengen Punya Dua Anak dari Nathalie

“Ada asumsi, percetakan Fritz Rojak itu hanya memberi numerator dan tanda tangan KH Achmad Chatib. Dan, dulu Lie Fung ada di dekat percetakan Fritz,” sambung Iwan.

Konon, Iwan menyebut, percetakan Lie Fung masih ada di sekitar daerah Jembatan Lima, Jakarta.

Oriedab sendiri terdiri dari uang pecahan Rp1, Rp2, Rp5, Rp10, dan Rp100 dengan berbagai desain yang berbeda.***

(Artikel masih bersambung)

Editor: Ken Supriyono


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x