“Pada 2014 rombongan dari Cilegon menapak tilas ke Manado. Momen itu ternyata bisa menyambungkan keluarga di sana. Juga keluarga dari Cibeber (Ki Asnawi-red) yang sudah 126 tahun tidak bertemu. Itu sungguh haru,” kenang Cicit KH Arsyad Thawil, Helldy Agustian yang kini tinggal di Cilegon.
Baginya, Arsyad punya kepribadian yang lengkap. Ia sosok ulama, pedagang, sekaligus pejuang. Perjuangannya memimpin perlawanan pada peristiwa Geger Cilegon menjadi jejak sejarah yang tak bisa dihilangkan.
“Mestinya itu diperingati agar kita tidak melupakan sejarah perjuangan ulama-ulama kita,” kata pria yang kini menjabat sebagai Walikota Cilegon ini.
Dalam catatan Snouck Horgronje yang terbit dalam bentuk buku berjudul Mekka In the Latter Part of the 19th Century, KH Aryad tercatat mampu berbicara bahasa melayu dengan sangat fasih.
Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN 4: Keutamaan Mendidik Anak dalam Kitab Tanqihul Qaul Syekh Nawawi Al Bantani
Kemampuan bahasa arabnya kurang fasih, namun ratusan santri dari Sumatera, Priangan, Jawa, dan Banten banyak menimba ilmu darinya selama di MekkaH
Sanad keilmuan Arsyad pun cukup panjang. Sejak kecil mempelajari Alquran hingga hafal dari ayahnya, Imam As'ad bin Mustafa bin As'ad.
Ayahnya juga meletakan dasar ilmu ilmu fikih dan nahwu sebelum akhirnya diberangkatkan ke MekkaH
Di tanah suci, ulama masyhur Syekh Nawawi Albantani, Syekh Ahmad bin Zaini Dahlan, Abu Bakar Sharta al-Dimyati tercatat pernah mengasuh KH Arsyad Thawil.
Kedalaman ilmu hadisnya ditempa dari asuhan ulama hadis Syekh Muhammad bin Husain al-habsyi al-Makki, dan Syekh Husain. Sementara, kedalaman ilmu fikihnya didapat dari bimbingan Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki.***