SERANG NEWS - Peristiwa 1888 atau yang terkenal sebagai Geger Cilegon, tercatat sebagai tapak sejarah heroisme para ulama Banten yang bernama Asyad Thawil.
Dari peristiwa Geger Cilegon, banyak ulama Banten yang diasingkan Pemerintah Kolonial. Tak terkecuali, KH Arsyad Thawil, sebagai tokoh kunci yang sampai akhir hayatnya ada di tanah pengasingan, di Kota Manado.
Seruan takbir menggema di sudut-sudut perkampungan Cilegon dan sekitarnya. Semangat jihad melawan kolonial sudah terpatri. Tak ada keraguan lagi bagi ulama memimpin barisan massa.
Baca Juga: Sosok Kiai Sahal dari Lopang Serang, Guru Pertama Syekh Nawawi Al Bantani
Pekik takbir menggugah semangat tempur. Perjuangan meletus pada 8 hingga 30 Juli 1888. Dengan gagah berani, KH Arsyad Thawil bersama ulama lainnya, berada pada barisan massa mengobarkan jihad mengeyahkan antek-antek Belanda di Cilegon.
Peristiwa tersebut puncak dari rangkaian proses konsolidasi para ulama sejak Februari sampai Mei, di Serang, Cilegon, dan Tanara.
Laporan Penasehat Pemerintah Kolonial Snouck Horgronje mencatat, delapan kali rapat persiapan pemberontakan dilakukan. Enam kali dihadiri Arsyad Thawil.
Rapat-rapat itu dilaksanakan berpindah-pindah tempat. Dua kali di rumah H Marjuki Tanara dan dua kali di rumah H Wasid Beji-Bojonegoro, Serang.