Tragedi Kanjuruhan, Tim Pencari Fakta Masyarakat Sipil Sebut Ada Dugaan Kejahatan Secara Sistematis

- 10 Oktober 2022, 19:05 WIB
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam 1 Oktober 2022.
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam 1 Oktober 2022. /ARI BOWO SUCIPTO

SERANG NEWS - Tim Pencari Fakta Masyarakat Sipil Sebut ada dugaan kejahatan yang terjadi secara sistematis.

Dalam hal ini, Tim Pencari Fakta Masyarakat Sipil memaparkan 12 temuan awal terkait peristiwa kericuhan dan kekerasan di Stadion Kanjuruhan.

Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil terdiri atas Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang, LBH Surabaya, Lokataru, IM 57+ Institute, dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Tragedi Kanjuruhan sendiri yang terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu mengakibatkan total ada sedikitnya 131 orang meninggal dunia. 

Baca Juga: 131 Tewas Saat Tragedi Kanjuruhan, Polri Sebut Gas Air Mata Tidak Mematikan

"Kami mendapatkan temuan awal bahwa peristiwa kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan merupakan dugaan kejahatan yang terjadi secara sistematis yang tidak hanya melibatkan pelaku lapangan," kata anggota Tim Pencari Fakta Masyarakat Sipil, Jauhar dikutip dari Antara Senin 10 Oktober 2022.

Menurut Jauhar yang juga pengacara publik LBH Surabaya ini, Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil telah melakukan investigasi selama tujuh hari terkait tragedi Kanjuruhan yang terjadi setelah pertandingan Liga 1 antara tuan rumah Arema FC versus Persebaya Surabaya.

Selama investigasi, pihaknya bertemu dengan sejumlah saksi, korban dan keluarga korban dengan kondisi ada yang mengalami gegar otak, luka memar bagian muka dan tubuhnya, ruam merah pada muka, hingga trauma yang berat akibat peristiwa kekerasan yang telah terjadi. 

Baca Juga: Profil Akhmad Hadian Lukita Dirut PT LIB Yang Ditetapkan Tersangka Insiden Berdarah di Kanjuruhan

Berdasarkan hasil investigasi, lanjut Jauhar, tim mendapatkan temuan awal bahwa peristiwa kekerasan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan merupakan dugaan kejahatan yang terjadi secara sistematis yang tidak hanya melibatkan pelaku lapangan.

Selain itu, tim pencari fakta juga menduga timbulnya korban jiwa akibat dari efek gas air mata yang digunakan oleh aparat kepolisian.

Berikut 12 temuan Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil terkait tragedi Kanjuruhan:

1. Pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata, padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu. 

Baca Juga: Pemerintah Santuni Korban Kanjuruhan Rp50 Juta, Mahfud MD: Segera Disalurkan

2. Ketika pertandingan antara Arema FC dan Persebaya selesai, diketahui terdapat sejumlah suporter yang masuk ke dalam lapangan. Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang ada, hal itu terjadi karena para suporter hanya ingin memberikan dorongan motivasi dan memberikan dukungan moril kepada seluruh pemain. Namun, hal tersebut direspons secara berlebihan dengan mengerahkan aparat keamanan dan kemudian terjadi tindak kekerasan.

3. Sebelum tindakan penembakan gas air mata, tidak ada upaya dari aparat untuk menggunakan kekuatan lain, seperti kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan atau suara peringatan hingga kendali tangan kosong lunak. Padahal berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata.

4. Tindak kekerasan yang dialami para suporter, tidak hanya dilakukan oleh anggota Polri, tetapi juga dilakukan oleh prajurit TNI dengan berbagai bentuk, seperti menyeret, memukul, dan menendang.

5. Berdasarkan kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian tribun sisi selatan, timur, dan utara sehingga hal tersebut menimbulkan kepanikan yang luar biasa bagi suporter yang berada di tribun. 

Baca Juga: Ini Pernyataan Presiden FIFA tentang Tragedi Kanjuruhan Malang, Indonesia Bakal Kena Sanksi? Ini Kata PSSI

6. Bahwa saat ingin hendak keluar dengan kondisi akses evakuasi yang sempit, terjadi penumpukan pada sejumlah pintu yang terkunci. Bahwa di dalam ruangan yang sangat terbatas tersebut, diperparah dengan masifnya penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian dan hal ini berdampak sangat fatal yang mengakibatkan para korban sulit bernafas hingga menimbulkan korban jiwa.

7. Setelah mengalami rentetan peristiwa kekerasan, para suporter yang keluar dengan kondisi berdesak-desakan, minim mengalami pertolongan dengan segera dari pihak aparat kepolisian, para korban dengan caranya sendiri berusaha untuk keluar.

8. Peristiwa kekerasan dan penderitaan tidak hanya terjadi di dalam stadion, tetapi juga terjadi di luar stadion. Diketahui aparat kepolisian juga ikut melakukan penembakan gas air mata kepada para suporter yang berada di luar stadion.

9. Pascaperistiwa, diketahui ada pihak-pihak tertentu yang melakukan tindakan intimidasi, baik melalui sarana komunikasi maupun secara langsung. Pihaknya menduga hal ini dilakukan agar menimbulkan suatu ketakutan kepada para saksi dan korban agar tidak memberikan suatu kesaksian.

10. Hingga saat ini tidak ada informasi yang detail dari pemerintah berkaitan dengan data korban jiwa dan luka yang dapat diakses oleh publik, termasuk informasi perkembangan penanganan kasus yang saat ini ditangani oleh pihak kepolisian.

11. Saat tim sedang melakukan pendalaman fakta, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Komnas HAM dan LPSK, lalu menyampaikan sejumlah laporan. Tetapi tim belum melihat kerja riil dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta untuk menemui sejumlah saksi dan korban.

12. Terkait dengan adanya narasi temuan minuman alkohol dan penggunaan terminologi "kerusuhan" merupakan penyampaian informasi yang menyesatkan. Dalam peristiwa ini dipandang keliru apabila menggunakan terminologi kerusuhan, yang terjadi justru ialah serangan atau pembunuhan secara sistematis terhadap para warga sipil.

Berdasarkan berbagai temuan awal di atas, tim menilai telah terjadi tindak kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis, dilakukan oleh aparat keamanan, dengan tidak hanya melibatkan aktor lapangan saja, yang saat ini telah ditetapkan tersangka oleh aparat kepolisian.

Akan tetapi, ada aktor lain dengan posisi lebih tinggi yang seharusnya ikut bertanggung jawab dan perlu diproses hukum lebih lanjut.***

Editor: Kiki

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x