“Sebelum Indonesia ditemukan, embrio bangsa ini telah hadir dalam pikiran dan gaya kaum muda yang segera memperoleh alat kelembagaan untuk mengungkap kesadaran nasionalnya. Alat itu adalah surat kabar Bumiputra,” sebut sejarawan Jepang kelahiran 1950 itu.
Ketika tahun-tahun awal jurnalis Bumiputra bekerja kepada penerbit Indo dan Tionghoa, sehingga tak sepenuhnya bebas memimpin embrio bangsa, kata Shirasiahi, Tirto yang masih berusia 21 tahun muncul memimpin surat kabarnya sendiri.
Baca Juga: Sejarah Oeridab: Uang Banten di Masa Darurat Pemerintahan Indonesia (1) Dicetak pada Orang China
Menurutnya, dengan visi misi Medan Prijaji, koran yang didirikan pada 1907, Tirto membuahi sebuah bangsa yang merdeka. “Bangsa kini dapat dapat dibayangkan dengan batas-batas yang jelas, atau dengan kata-kata Tirto Adhi Soerjo sendrii sebagai Anak Negri Hindia Belanda,” paparnya.
Tirto memang mengambil sebagian besar dari metode gerakan tersebut demi mewujudkan impian mulianya untuk menyadarkan bangsa dari ketertindasan. Jejak langkah Tirto dalam pers Bumiputra memiliki program jelas, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan meningkatkan pengetahuan rakyat dari berbagai bidang.
Kemudian, mempersiapkan masyarakat pembaca untuk menyongsong zaman modern yang mulai merasuk masuk.
“Untuk mewujudkannya diperlukan gerakan nyata dan tak hanya pepesan kosong seperti yang ditegaskan Tirto, “semboyan kita tentang perjuangan untuk mencapai kemajuan tidak boleh hanya menjadi omongan kosong saja!” papar Muhidin menirukan ucapan Tirto yang tertuang dalam salah satu tulisannya pada Medan Prijaji. ***