Selain Sultan Abul Mafakhir, Ini Hikayat dan Daftar Raja-raja Kesultanan Banten

21 Mei 2021, 08:37 WIB
Gerbang Masjid Agung Banten di Kawasan Keraton Kesultanan Banten. /Ken Supriyono/SerangNews.com/

SERANG NEWS – Sultan Abul Mafakhir atau Mahmud Abdul Kadir Kenari dikenal sebagai Raja Banten ke-empat.

Dengan gelar Sultan Agung atau Ratu Ing Banten, Abul Mafakhir memimpin Banten dari 1580 hingga 1651. Putra Maulana Muhammad ini, wafat pada 10 Maret 1651 dan dimakamkan di Pemakaman Kenari Banten.

Abul Mafakhir adalah raja pertama di Pulau Jawa yang menggunakan gelar Sultan. Gelar Sultan ini diberikan oleh Syarif Mekah dengan otorisasi Kesultanan Utsmaniyah pada 1693.

Gelar Sultan juga diberikan kepada anaknya atau sang putra mahkota, Abul Ma’ali Muhammad. Sejak pemberian gelar itu, raja Banten yang sebelumnnya mengganakan nama Maulana berganti menjadi Sultan.

Baca Juga: Jadi Ikon Wisata Religi Banten, Ini 7 Fakta Menarik Masjid Agung Banten Lama

PENOBATAN RAJA BANTEN PERTAMA

Seturut sahibul hikayat Kesultanan Banten sebermula adalah vasal Pajajaran pada lima abad silam. Sampailah Sunan Gunung Jati atau Syarief Hidayatullah mengislamkan Banten pada 1525 dan menobatkan sang putra, Maulana Hasanuddin sebagai raja pada 1552.

Dialah sang wasangkarta (pemula) dari penguasa Banten. Dalam daulatnya, Banten tumbuh sebagai negeri mandiri. Pusat kekuasaan dari muara Sungai Cibanten pun berpindah ke Banten Lama.

Keraton Surosowan dibangun, beriring dengan Masjid Agung dan alun-alun. Ibukota baru itu, ditopang Pabean dan Karangantu sebagai pelabuhan.

Kelak, Banten bertumbuh sebagai negeri gemah ripah loh jinawi, yang perekonomiannya bertumpu pada pertanian dan perdagangan.

Baca Juga: Sejarah Awal Orang China Masuk Banten: Temuan Artefak hingga Peranan di Masa Kesultanan Banten

Visi Hasanuddin dilanjutkan sang putra Mahkotanya, Maulana Yusuf (1570-1580). Bangunan keraton diperkuat dengan benteng dan kanal. Hendrick Lucas Cardeel didapuk sebagai sang arsitek. Pembangunan Masjid Agung Banten dirampungkan. Juga pendirian Masjid Kasunyatan.

Area persawahan baru dibuka. Irigasi dibangun sampai terbangunnya Danau Tasikardi.

Terperangah Cornelis de Houtman, saat kapal ekspedisinya mendarat di Banten 1596. Ia seolah melihat Amsterdam hasil sentuhan Cardeel di ujung barat Pulau Jawa.

Banten kala itu, memang sedang bertumbuh sebagai kota kosmopolitan yang menarik saudagar-saudagar dunia berlabuh.

Kemegahan Banten memuncak saat tahta raja dipundak Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672). Lahan pertanian hingga pusat-pusat perekonomian baru terus bertumbuh.

Baca Juga: Selain Makam Sultan Hasanuddin, Ini 5 Tempat Wisata Ziarah di Kota Serang Banten yang Layak Dikunjungi

Masa itu, komoditas lada menjadi primadona pangsa pasar dunia. Banten pun berhasil menjadi kerajaan yang disegani dunia.

Masa puncak mulai meredup saat Sultan Ageng Tirtayasa digulingkan putranya, Sultan Haji, pada 1952. Bersamaan ini, cengkaraman politik Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC, Belanda, menguat ke dalam kebijakan keraton.

Sultan-sultan setelahnya, tak lebih hanya sekadar kaki tangan. Terlebih seiring menguatnya peran Bandar Batavia. Pamor Banten terus surut.

AKHIR CERITA

Senjakala Surosowan tak lagi terhindarkan. Ditambah perseteruan Sultan Aliyudin II dengan Gubernur Jenderal H.W Daendels yang berakhir genjatan senjata.

Musababnya, penolakan Sultan pada kekuasaan Daendels. Sang penguasa baru Belanda di Hindia Belanda dibuat murka.

Baca Juga: Wisata Religi Banten, Ziarah ke Makam Pangeran Jaga Lautan di Pulau Cangkir

Sultan enggan kirimkan seribu pekerja untuk pembangunan pangkalan militer di Ujung Kulon. Apalagi menyerahkan Mangkubumi Wargadiraja ke Batavia, dan memindahkan keraton ke Anyar.

Alih-alih memberi ultimatum melaui Philip Pieter Du Puy, Daendels justru menerima kabar terbunuhnya utusan itu di gerbang Keraton Surosowan. Kemarahan tak lagi terbendung.

Serangan dilancarkan hingga mempora-porandakan Keraton Surosowan. Buntutnya, Sultan Muhammad Ishak Zainul Mutaqqin tertangkap. Ia dijebloskan ke penjara di Batavia. Lalu, diasingkan di Ambon sampai akhir hayat.

Sementara, Patih Mangkubumi Wargadiraja dihukum pancung. Jasadnya dibuang ke tengah laut.

Peristiwa 21 November 1808 menandai keruntuhan Surosowan. Banten pun tak lagi bangkit hingga benar-benar dihapus jejaknya oleh 1813 oleh Thomas Stamford Raffles. Akhir cerita kebesaran Kesultanan Banten hanya tersisa rerentuhan artefak yang terkubur.

Silsilah Raja yang memerintah Kesultanan Banten:

  • Syarief Hidayatullah (penguasa pertama yang tidak menasbihkan menjadi raja)
  • Maulana Hasanuddin - Penembahan Surosowan (1552-1570)
  • Maulana Yusuf - Penembahan Pangkalan Gede (1570-1580)
  • Maulana Muhammad Pengeran - Ratu Ing Banten (1580-1596)
  • Sultan Abul Mafakhir - Mahmud Abdul Kadir Kenari (1596-1651)
  • Sultan Abul Ma’ali Ahmad (1696-1651)
  • Sultan Ageng Tirtayasa – Abul Fath Abdul Fattah (1651-1672)
  • Sultan Abun Nasr Abdul Kahar – Sultan Haji (1672-1687)
  • Sultan Abdulfadhl (1687-1690)
  • Sultan Abul Mahsin Zainal Abidin (1690-1733)
  • Sultan Muhammad Syifa Zainul Abidin (1733-1750)
  • Sultan Syarifuddin Ratu Wakil (1750-1752)
  • Sultan Muhammad Wasi Zainul Alimin (1752-1753)
  • Sultan Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
  • Sultan Abul Mafakih Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
  • Sultan Muhyiddin Zainussholihin (1799-1801)
  • Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
  • Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
  • Sultan Agilludin (Aliyuddin II) (1803-1808)
  • Sultan Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
  • Sultan Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
  • Sultan Muhammad Rafi’uddin (1813-1820).***
Editor: Ken Supriyono

Tags

Terkini

Terpopuler