Nyi Arnah, Murid Syekh Nawawi Al Bantani dan Ulama Perempuan Pertama Banten yang Mengajar di Mekah

1 Mei 2021, 02:30 WIB
Pondok Pesantren Daar al-Quran yang dikelola salah satu keturunan Nyi Arnah, di di Warung Gunung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. /Dok. Bantenologi/

SERANG NEWS – Sosok Nyi Arnah tercatat dalam koloni ulama Banten yang berada di Mekah, sekaligus salah satu murid Syekh Nawawi Al Bantani.

Selain tercatat sebagai murid Syekh Nawawi Al Bantani, Nyi Arnah pun menjadi ulama perempuan pertama Banten yang mengajar di Mekah.

Siapakah sosok Nyi Arnah ini?

Arsip Konsulat Belanda di Jeddah (1873-1950), yang tersimpan di National Den Hag Belanda menyebut, ada 96 ulama Nusantara yang mengajar di Mekah. Dari jumlah itu, 29 di antaranya ulama dari Banten.

“Yang patut dicatat, dua di antaranya adalah ulama perempuan. Seorang dari Bandung bernama Nyi Hj Maryam, dan satu lagi, Nyi Arnah dari Cimanuk, Pandeglang,” demikian tertulis dalam ‘Biografi Ulama Banten Seri 1’ yang disusun Mufti Ali dan tim riset Bantenologi, yang dikutip SerangNews.com, Jumat, 30 April 2021.

Baca Juga: Kiai Sahal, Trah Prajurit Pengawal Khusus Sultan Hasanuddin dan Guru Syekh Nawawi Al Bantani

Laporan itu menyebut, Nyi Arnah menjadi salah satu mata rantai penting dalam transmisi keilmuan tradisional. Terutama, bidang pengajaran qira’at dari periode Syekh Nawawi Al Bantani kepada generasi berikutnya.

“Nyi Arnah mengatasi dahaga dan haus akan ilmu pengetahuan agama dengan langsung meminum dari sumbernya di Mekah.”

Nyi Arnah mendalami ilmu fikih, hadist, tafsir, dan tata Bahasa Arab. Selain juga, ilmu qira’at dan tarekat dari ulama-ulama nomor wahid yang tinggal di Mekah. Sebut saja, Syekh Nawawi Al Bantani, Syekh Abdul Karim Tanara, Syekh Tb. Ismail, KH Ahmad Jaha, Syekh Marzuki, Syekh Arsyad bin Alwan, dan Syekh Arsyad Thawil.

Kala itu, orang Banten di Mekah merupakan koloni terbesar di banding daerah-daerah dari Nusantara lainnya masa itu.

Baca Juga: Ada Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan, Ini Murid Syekh Nawawi Al Bantani dan Spirit Perjuangan dari Mekkah

“Tidak  ada satu tempat pun di Nusantara menandingi daerah Jawa bagian barat [Banten-red] yang keterwakilannya begitu lengkap karena keberadaan ulama dengan kualitas tingkat satu dan keberadaan pelajar dari semua tingkatan usia… sebagian besar tokoh-tokoh ulama yang tinggal di Kota Suci berasal dari daerah bekas Kesultanan Banten,” tulis Snouck Horgronje dalam laporan Mekka In The Latter Part of the 19th Century: Daily Life, Costoms and Learning The Moslims of the East-Indian Archipelago: Leyden: Late E.J. Brill, 2006.

“Bagi orang yang tinggal di Mekah, Banten dipandang, baik dari sudut moral maupun material, sebagai tempat yang mengirim begitu banyak pelajar dan orang haji. [Banten] salah satu daerah terbaik di Nusantara,” tulis Snouck Horgronje lebih lanjut.

Mengajar di Mekah dan Warisan Ilmu Qira’at

Pasca meninggalnya Syekh Nawawi Al Bantani pada 1314/1899, tadisi memperdalam ilmu agama di kalangan santri dari Banten yang tinggal di Mekah terus berlanjut.

Puluhan murid Syekh Nawawi Al Bantani masih meneruskan tradisi keilmuan dari karya kitab-kitabnya. Di antaranya, Nyi Arnah dari Cimanuk Pandeglang dan Nyi Maryam dari Bandung.

Baca Juga: Hikmah Ramadhan 18: Keutamaan Masjid dalam Kitab Tanqihul Qaul Karya Syekh Nawawi Al Bantani

Yang menonjol dari pengetahuan keislaman dari Nyi Arnah antara lain, bidang qira’at. Ilmu qiraat terdapat sepuluh macam, tapi yang memiliki otoritas hanya tujuh, seperti qira’at at hafs, qalun, kisa’i, hamzah, warasy.

“Hampir semua anak keturunan Nyi Arnah, baik yang berkiprah di Banten, Kuala Lumpur, Jakarta, dan Bogor, menonjol dalam bidang pengajaran ilmu mengenai tata cara membaca al-Quran ini. Sanad ilmiahnya sampai sekarang masih terus diberikan kepada santri yang belajar qira’at,” papar Mufti Ali.

Salah satunya sanadnya masih diajarkan di Pondok Pesantren Riyadul Banad, di Kadu Peusing, Pandeglang, dan Pesantren Dar al-Quran, di Warung Gunug, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.

Keduanya pesantren ini mengerucut kepada anak satu-satunya Nyi Arnah, KH Emed Bakri yang disebut-sebut sebagai salah satu seorang penyebar qira’at hafs pertama di Pandeglang.

Nyi Arnah, sebut Mufti, juga diduga sebagai pengikut tarekat Qadariah wannaqsyabandiyah, yang juga rutin membawakan dala’il al-khairat karya Imam Jazuli.

“Putra satu-satunya beliau (Nyi Arnah-red) KH Emed Bakri sangat dikenal di Banten sebagai ulama pengajar qira’at dan penganut tarekat yang berpuasa seumur hidupnya,” sebut Mufti.

Baca Juga: Selain Makam Sultan Hasanuddin, Ini 5 Tempat Wisata Ziarah di Kota Serang Banten yang Layak Dikunjungi

Meninggal dalam Perjalanan ke Tanah Air

Diketahui pada Desember 1916 di Tanah Hijaz, terjadi pemberontakan yang dipimpin klan Bani Saud. Ia berusaha memerdekan Tanah Hijaz dari Turki Usmani.

Pemberontakan ini menimbulkan kekacauan di mana-mana. Jalur yang dilalui pejalan kaki dari Mekah dan Madinah tidak aman. Harga kebutuhan pokok pun tidak stabil.

Krisis politik ini mencapai puncaknya ketika 1923, terjadi peralihan kekuasaan atas Tanah Hijaz dari Pemerintahan Turki kepada keluarga Bin Saud. Pemberontakan penduduk Yaman yang dimotori keluarga Idrisi melawan Pemerintahan Bin Saud juga menambah situasi.

Krisis politik itu memaksa Pemerintah Kolonial Belanda memulangkan ribuan koloni haji dari Nusantara yang tinggal di Mekah.

Dilaporkan antara Oktober 1924 – Juli 1925, tidak kurang dari 5000 orang dipulangkan dari Mekah ke Indonesia. Sebanyak 16 kapal laut digunakan untuk memulangkan melalui Pelabuhan Jeddah.

Dalam perjalanan pulang ke Tanah Air, Nyi Arnah meninggal dunia di Jeddah, beberapa hari sebelum keberangkatan. Sanak keluarganya yang berkesempatan menunaikan haji, masih sempat mengenali lokasi makamnya di komplek pemakaman umum di Jeddah.

Meskipun jasadnya sudah tiada, memori kolektif masyarakat Banten masih merekam kuat tentang jejak perjuangan ulama perempuan dari Banten ini. Ratusan murid-murid Nyi Arnah, terutama dari kalangan santri hawa, tersebar di berbagai daerah Nusantara.***

Editor: Ken Supriyono

Tags

Terkini

Terpopuler