Pengertian Maksiat Hati, Kenali dan Simak Penjelasannya Menurut Imam Al Ghazali Dalam Kitab Bidayatul Hidayah

16 November 2021, 12:29 WIB
Ilustrasi - penyakit hati wajib diobati /Pixabay/Ben Kerckx

SERANG NEWS - Sifat-sifat yang tercela (Madzmumah) yang terdapat dalam  hati sangatlah banyak. Sementara jalan untuk menyucikan hati dari semua itu sangatlah panjang dan pengobatannyapun sangatlah sulit.

Secara umum ilmu dan praktik terapi hati saat ini telah banyak hilang. Penyebabnya adalah kelalaian manusia atas diri mereka sendiri dan kesibukan mereka dalam mengumpulkan perhiasan dunia.

Dikutip dari Kitab Bidayatul Hidayah, tentang  tiga penyakit  hati, yang ketiganya saat ini banyak menggrogoti hati orang-orang yang berilmu juga hati dari kebanyakan manusia , tiga penyakit hati ini menjadi biang dari penyakit-penyakit hati lainnya.

Ketiga penyakit yang dimaksud adalah: Hasad (dengki), Riya’(suka pamer), dan ‘Ujub (suka membanggakan amal diri sendiri).

Dan hendaklah kita menghindari penyaki-penyakit hati tersebut dengan semaksimal mungkin  yakni melakukan menyucikan hati, antara lain dengan membangun dan menata niat dalam mempelajari suatu ilmu dengan sungguh-sungguh untuk mencapai ridho Allah swt.

 Baca Juga: Kunci Jawaban Materi Sejarah Kelas 4 SD: Peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Islam di Indonesia

Disampaikan oleh Imam Al Ghazali ,“Janganlah kita menyangka bahwa engkau akan selamat hanya dengan niat yang baik sementara hadir dalam hatimu penyakit hasad, riya’ dan ‘ujub. Rasulullah saw telah bersabda:

”Ada tiga hal yang bisa membinasakan: Tamak yang dituruti, hawa nafsu yag diikuti dan sifat seseorang yang membanggakan diri sendiri”.

Sifat Hasad (dengki) adalah bagian dari ketamakan (Syuh). Lalu apa perbedaannya dengan sifat bakhil?  Bakhil adalah orang yang menahan apa-apa yang ada dalam genggamannya, dan ia tidak mau memberikannya pada orang lain.

Sedangkan orang tamak adalah orang yang  tidak suka ketika orang lain mendapat nikmat dari Allah swt.

Sedangkan orang-orang dengki adalah orang yang merasa susah (berat hati) ketika mengetahui bahwa Allah menganugerahkan nikmat dari perbendaharaan-Nya kepada salah satu dari hamba-Nya, baik berupa ilmu, harta, kasih sayang yang ditanamkan Allah dalam hati manusia  terhadap hamba-Nya itu, pangkat maupun nikmat-nikmat lain.

Baca Juga: Mengingat Kematian dalam Ajaran Islam Bisa Jadi Pahala, Begini Penjelasannya

Kedengkiannya itu bahkan membuat seorang pendengki sangat ingin agar kenikmatan itu lenyap dari orang yang mendapatkannya, sekalipun ia tahu bahwa sikap yang seperti itu tidak akan memberinya keuntungan apa-apa. Dan inilah puncak keburukan.

Untuk itulah Rasulullah saw bersabda: “Dengki memakan berbagai kebaikan laksana api memakan kayu bakar”

Jika kita belum menemukan perasaan dengki dalam hati, hendaknya kita senantiasa menyibukkan diri mencari jalan yang bisa menyelamatkannmu dari kehancuran jauh lebih penting dari menyibukkan diri dengan masalah-masalah furu’ yang tidak begitu penting dan ilmu yang mengajarkan perdebatan.

Sedangkan sifat Riya’ adalah “Syirik Khafi “ (syirik terselubung), dan ia termasuk satu di antara dua bentuk kemusyrikan.

Baca Juga: Bagaimana Cara Menangkal Santet Secara Tradisional, Ini Doanya Menurut Islam

Kita dikatakan Riya’ bila mencari kedudukan di hati sesama makhluk yang dengannya  berharap akan memperoleh kemuliaan dan kehormatan di hadapan mereka.

Mencintai kedudukan (ingin dimuliakan) berasal dari hawa nafsu yang selalu dituruti, dan hal tersebut telah menyebabkan begitu banyak manusia menjadi celaka.

Seandainya manusia mau menilai dirinya secara adil, maka mereka akan mendapati kenyataan bahwa sebagian besar dari ilmu dan ibadah, tambahan lagi amal-amal yang bersifat kebiasaan yang mereka lakukan untuk memperlihatkannya kepada manusia (riya’). Padahal  niat seperti itu menyebabkan terhapusnya pahala amal, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits :

“ Sesungguhnya pada hari kiamat nanti ada orang yang mati syahid, namun diperintahkan untuk dimasukkan dalam neraka. Lalu ia berkata :”Ya Rabb, aku adalah orang yang terbunuh di jalan-Mu,” kemudian Allah swt berfirman :”Ya, tapi engkau melakukannya karena engkau ingin disebut sebagai pemberani, dan engkau telah memperoleh sebutan itu. Dan itulah balasan untukmu.

Dan ‘Ujub  (bangga diri dan sombong) semua itu pada hakikatnya merupakan penyakit kronis dan sulit disembuhkan.

Baca Juga: Peluang Juara Ganda Campuran Indonesia Terbuka Lebar di Indonesia Masters 2021, Ini Sebabnya

Ujub adalah memandang diri sendiri dengan pandangan penuh kemuliaan dan keagungan, sedangkan orang lain dipandang dengan pandangan yang merendahkan dan menghinakan.

Pada lisan sifat ini biasanya membuat seseorang senang berlata :”Aku, dan aku”. Hal ini sebagaimana ucapan Iblis terkutuk saat menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam as:

”Aku lebih baik daripada dia .Aku Engkau ciptakan dari Api, sedangkan di Engkau ciptakan dari  (hanya) tanah,"

Buah dari perkumpulan ini adalah merasa dirinya sebagai yang tertinggi dan terdepan disbanding orang lain dan selalu mencari tempat yang membuatnya tampil di depan.

Sementara dalam sebuah diskusi atau perbincangan, buah dari sifat ini terwujud dalam sikap tidak mau menerima jika ada oranglain yang menolak pendapatnya.

Dan orang yang sombong adalah orang yang apabila dinasehati merasa enggan menerima nasehat itu, karena ia memandang remeh terhadap orang yang menasehatinya. Namun jika ia menasehati, ia akan melakukannya dengan sikap kasar dan suara keras.

Oleh karena itu hal yang harus kita pahami adalah orang-orang yang mulia di sisi Allah adalah  seseorang  dengan  menganggap orang lain lebih baik dan memandang orang lain memiliki keutamaan daripada dirinya.***

Editor: Muh Iqbal Zikri

Tags

Terkini

Terpopuler