Fatkur menyatakan, sumber sejarah tersebut dapat digunakan untuk melacak keberadaan wayang sejak abad IX.
“Walaupun jauh sebelum abad IX sudah ada wayang dalam bentuk yang sederhana dan sebagai medium menyembah arwah nenek moyang,” paparnya.
Dengan merujuk sumber sejarah prasasti dan kakawin dapat diketahui wayang itu berkembang. Sifat wayang juga dinamis menyesuaikan sosiokultural masyarakatnya.
“Secara psikologis wayang tidak bisa hilang dalam benak masyarakat Indonesia, khusunya Jawa,” pungkasnya.***