Megahnya Kota Banten Lama di Masa Kesultanan Banten, Setara Amsterdam dan Dilengkapi Meriam Pertahanan

- 25 Januari 2022, 12:16 WIB
Ilustrasi Kota Banten Lama di Masa Kesultanan Banten.
Ilustrasi Kota Banten Lama di Masa Kesultanan Banten. /Repro Buku Sejarah Banten karya Nina H Lubis/

SERANG NEWS - Istilah Banten sebagai Amsterdam-nya Jawa, bukan cerita baru. Pengarsip ulung Belanda, JA van der Chijs, sudah menyebut dalam karyanya berjudul ‘Oud Bantam’ atau Banten Lama.

Karya yang diterbitkan Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (TBG) 1881, itu menjelaskan kemiripan Banten Lama dengan Amsterdam.

Jauh sebelum Van der Chijs, Cornelis de Houtman yang kali pertama menginjakan kakinya di Banten, pada 1596 dibuat terperangah.

Perintis kolonialisme Belanda itu melihat Banten Lama layaknya Amsterdam. Kota pelabuhan termodern di dunia pada masanya. Padahal, Banten Lama saat itu masih amat jauh dari sentuhan Eropa sebagai pusat dunia.

Baca Juga: Nama Banten dan Sunda pada Dokumen Pelayaran Orang China di Masa Banten Girang hingga Kesultanan Banten

Kota itu adalah citadel, wilayah yang dikelilingi benteng tempat bersemayam sultan-sultan Banten. Wilayahnya terletak di Kelurahan Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Provinsi paling barat di Jawa.

Jarak dari pusat kota itu ke Banten Lama sekitar 10 kilometer. Pada abad pertengahan hingga ke-19 Masehi, citadel tergolong konsep pertahanan paling kuat yang amat lazim di Eropa. Kendati, hanya dibuat dari karang dan bata, benteng yang mengelilingi kota dapat didirikan di Banten Lama.

Selang tiga tahun setelah itu, benteng diperkuat bastion (selekoh atau kubu). Layaknya kota-kota modern kala itu, meriam-meriam dipasang di benteng Banten Lama, siap menangkal serangan dari laut.

Baca Juga: Kaytsu dan Cakradana, Dua Sosok Penasihat Asal China yang Bawa Kesultanan Banten Capai Kejayaan

Banten Lama disandingkan dengan Amsterdam lantaran kanal-kanalnya. Dahulu kala, warga Banten Lama terbiasa bersampan melalui kanal untuk bepergian.

Selain saluran transportasi, kanal juga melengkapi pertahanan. Tembok kota dikelilingi dengan kanal.

Seperti Amsterdam, hiruk-pikuk pedagang pula yang menjadikan Banten Lama sebagai kota pelabuhan megah.  Salah satunya, Pelabuhan Karangantu.

Baca Juga: Kisah Sultan Ageng Tirtayasa dan Bangsawan Banten Mancing sambil Pantau Pembangunan Kanal di Tanara

Di pelabuhan ini, warga lokal bertransaksi dengan saudagar, tak hanya dari dalam, tetapi juga luar negeri. Lada adalah komoditas utama Kesultanan Banten.

Pelabuhan Karangantu juga riuh rendah dengan perdagangan madu, beras, kelapa, dan obat-obatan. Pedagang Tiongkok, Gujarat, Abyssinia, Jepang, Portugis, dan Turki datang berduyun-duyun.

Baca Juga: 10 Kerajaan Terbesar dan Paling Berpengaruh di Nusantara, dari Majapahit hingga Kesultanan Banten

Mereka menjual sutra, keramik, permata, dan porselen. Kedaulatan Kesultanan Banten dianggap setara dengan negara-negara berpengaruh

Dalam buku Sejarah Banten yang disusun tim beranggotakan tujuh orang dengan ketua Yoseph Iskandar dan diterbitkan Tryana Sjam’un Corp tahun 2001 dijelaskan, para duta besar Kesultanan Banten dikirim ke Inggris.

Meriam Ki Amuk Banten
Meriam Ki Amuk Banten Dok. BPCB Banten

Mereka, yakni Tumenggung Naya Wipraya dan Jaya Sedana, tiba tahun 1862 dan diperlakukan secara terhormat.

Tata kota Banten Lama yang teratur mengundang decak kagum pendatang dengan benteng dan keteraturan distribusi airnya.

Baca Juga: Sejarah Asal Asul Kesultanan Banten dan Daftar Sultan Banten Pertama hingga Terakhir

Jejaring penyaringan dengan pangkal dari Danau Tasikardi mencukupi kebutuhan air bersih. Teknisi-teknisi pada masa itu bahkan sudah mampu menyediakan air siap minum tanpa dimasak.

Kemiripan lain Banten Lama dengan Amsterdam pada masa lampau adalah luasnya sama-sama sekitar 10 km persegi, dengan penduduk lebih kurang 36.000 orang.

Peneliti Pusat Arkeologi Nasional, Tubagus Najib, menjelaskan, pengaturan air dilakukan melalui tempat penyaringan yang disebut pengindelan.

Terdapat tiga pengindelan, yakni merah, putih, dan emas. Filterisasi menggunakan semacam sumur dan kotoran diendapkan. Air melalui pengindelan merah, kotorannya mengendap. Terus lagi, melewati pengindelanputih. Akhirnya, air keluar dari pengindelan emas.

“Jika kotoran sudah menumpuk, pengindelan dikuras dan dibersihkan,” kata Najib. Air juga disalurkan ke irigasi-irigasi pertanian yang memakmurkan Kesultanan Banten.***

Editor: Ken Supriyono

Sumber: Buku


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x