Setiap kepala keluarga, kata Alith, minimal memiliki satu leuit. Perkembangannya dalam satu kepala keluarga bisa memiliki lebih dari satu. “Kewajiban memiliki leuit ini kenapa mereka punya sistem ketahanan pangan yang bagus,” ujarnya.
Baca Juga: Ariza Patria Sampaikan Kabar Duka, Mantan Mendagri Syarwan Hamid Meninggal Dunia
Baca Juga: Kabar Gembira! 3 Bansos DKI Jakarta, KLJ, KPDJ dan KAJ Cair Besok
Pasca-panen, masyarakat adat baduy akan membagi menjadi dua bahan pangannya. Pertama, untuk kebutuhan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan. Kedua, disimpan ke dalam leuit untuk cadangan.
Pasokan pangan yang masuk leuit menurut hukum adat Baduy juga diatur untuk keperluan-keperluan tertentu. Misalnya acara adat seperti seba dan ngalaksa. Lalu, keperluan hajat dan darurat.
“Di luar kepentingan tadi, hasil panen dari leuit tidak bisa keluar. Artinya dalam sehari-hari saja mereka sudah prediksi itu sudah bisa (mencukupi) sampai panen yang akan datang,” kata Aliyth.
Takhanya penggunaan, masyarakat Baduy juga sudah memprediksi keamanan menyimpan pangannya. Kata Alith, hukum adat Baduy mengatur posisi meletakan leuit.
Leuit ditempatkan dari batas kampung. Di luar komplek pemukiman dan hampir di tempat atau di sebearang sungai.
Baca Juga: Sejarah Oeridab: Uang Banten di Masa Darurat Pemerintahan Indonesia (1) Dicetak pada Orang China