Sejarah Imlek dan Komunitas Tionghoa di Indonesia, Suram saat Orde Baru, Merdeka di Masa Gus Dur

- 1 Februari 2021, 16:33 WIB
Pernak-pernik menjelang Hari Imlek 2021.
Pernak-pernik menjelang Hari Imlek 2021. /Pixabay/Dustin_Do/

SERANG NEWS – Perayaan Hari Imlek pernah menjadi hal tabu di Indonesia. Pasalnya perayaan Tahun Baru China ini pernah dilarang masa pemerintahan Orde Baru.

Imlek baru menemukan angin segar saat lengsernya kekuasaan Soeharto pada 1998, yang sekaligus menandai berakhirnya rezim Orde Baru di Indonesia. Saat itu pula lahirlah era reformasi yang menjadi tonggak bangkitnya era kebebasan berekspresi. Salah satunya bagi warga keturunan etnis Tionghoa di tanah air.

Perlahan dan pasti, mereka mulai mendapatkan perannya kembali setelah sekian lama terbelenggu. Angin Segar itu terlihat semasa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, pada 2000 silam.

Baca Juga: Begini Sejarah Angpau! Uang Keberuntungan yang Jadi Tradisi Saat Imlek

Udara segar pun itu mulai dirasakan etnis Tionghoa sebagai optimisme baru mewujudkan eksistensi budaya mereka di Indonesia.

Ya, Gus Dur kala itu mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Larangan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China atau Tiongkok.

Dengan berakhirnya Instruksi Presiden itu, warga etnis Tionghoa kembali bebas mengekspresikan diri dalam perayaan Imlek dan Cap Go Meh.

Baca Juga: Imlek 2021, Ini Makna Jeruk Kim Kit, si Mungil Kecil Pembawa Rezeki Bagi Orang Tionghoa

Mereka bebas menggelar pertunjukan barongsai di muka umum hingga menjual berbagai pernak-pernik bernuansa merah di tiap sudut kota. Gus Dur memberikan kebebasan kepada etnis Tionghoa merayakan kepercayaan mereka.

Bahkan pada 2001, Menteri Agama saat itu mengelurkan Surat Keputusan Nomor 13 Tahun 2001 tentang Penetapan Hari Raya Imlek sebagai Hari Libur Nasional Fakultatif.

Sesuai peraturan itu, hanya warga beretnis Tionghoa saja yang diperbolehkan merayakan Imlek dan merasakan hari libur.

Sementara, warga etnis lainnya tetap menjalani aktivitas sehari-hari seperti biasa. Kebebasan dan angin segar pasca reformasi itulah yang menjadi kembalinya semangat Soekarno dalam memberikan kekebasan kepada warga Tionghoa di Indonesia.

Baca Juga: Terkonfirmasi Covid-19, Kabid di DP3AKKB Provinsi Banten Dikabarkan Meninggal Dunia di RSUD Banten

Hingga pada akhirnya berganti ke masa Presiden Megawati, atau memasuki tahun 2002, ia mengembalikan sejumlah aturan yang sebelumnya pernah dilakukan di masa kepemimpinan sang ayah, Soekarno.

Salah satunya adalah menetapkan hari raya Imlek sebagai hari libur nasional. Di mana sebelumnya hanya warga Tionghoa saja yang boleh libur, kali ini, seluruh warga Indonesia bisa ikut merasakan libur di hari raya Imlek seperti hari libur nasional pada umumnya.

Hingga kini, Perayaan Imlek semakin semarak digelar di berbagai kota dan kabupaten di tanah air. Nuansa merah menyelimuti seluruh penjuru kota.

Hari Imlek pun masih ditetapkan sebagai hari libur nasional yang dirasakan oleh seluruh umat beragama di Indonesia.

Baca Juga: Diperpanjang, Gunung Gede Pangrango Tutup Aktivitas Pendakian Mulai 1 Februari 2021

Dikutip Serangnews dari PR Pangandaran, Senin 1 Februari 2021 bahwa tahun ini, hari libur nasional Imlek jatuh pada tanggal 12 Februari, tak seperti pada tahun 2003 yang jatuh persis di hari ini, 1 Februari.

Hari libur nasional Imlek sendiri ditetapkan berdasarkan pergerakan bulan, tak seperti penetapan masehi yang berdasarkan matahari.

Mengenai perayaan di Indonesia, sebelum tahun 2003, Imlek tidak dianggap sebagai hari libur nasional. Bahkan, pada era Orde Baru di bawah kepimpinan Soeharto, Imlek pernah dilarang untuk dirayakan oleh orang-orang Tionghoa di muka umum.

Baca Juga: Legenda Kisah Inspeksi Dewa Dapur saat Imlek 2021, Ini Alasan Mengapa Ada Kue Kerancang sebagai Sajian Khas

Tepatnya dalam kurun waktu 1965 sampai dengan 1998, yang artinya diberlakukan sepanjang masa kepemimpinan presiden Indonesia kedua tersebut.

Hal itu kemudian diberlakukan berdasarkan aturan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang menyatakan bahwa rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto melarang segala hal yang berbau Tionghoa, termasuk tradisi tahun baru Imlek.

Perayaan Imlek saat rezim Orde Baru, menjadi hal yang diharamkan. Bahkan ada banyak perubahan terhadap peraturan perundangan di Indonesia yang dilahirkan. Salah satunya adalah Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Larangan Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Tiongkok.

Baca Juga: Sejarah Oeridab, Uang Banten di Masa Darurat Pemerintahan Indonesia (2) Desain Jenis Pecahan Uang

Keluarnya peraturan itu menandakan berhentinya kebebasan warga Tionghoa merayakan Imlek di muka umum. Tak ada lagi suasana gegap gempita perayaan Imlek di Indonesia.

Soeharto melarang warganya untuk merayakan Imlek di muka umum. Tak ada ornamen serba merah yang menghiasai sudut kota. Perayaan Imlek hanya boleh dirayakan di dalam rumah saja.

Perayaan Imlek di Indonesia kala itu seolah tak pernah ada, hari raya Imlek yang menjadi hari libur nasional dihapus. Bahkan, ritual ibadah pemeluk agama Khonghucu yang sarat etnis Tionghoa pun dibatasi, harus dilakukan secara tertutup perorangan.

Baca Juga: Jejak Bersejarah Hotel Voos di Kota Serang (1) Dijadikan Makodim sampai Berganti Mal

Kebijakan itu berlangsung selama masa Soeharto selama hampir 32 tahun. Selama itu pula warga Tionghoa harus hidup dalam persembunyian saat Imlek tiba.

Namun kini, Imlek sudah dirayakan beratus-ratus tahun sebelumnya di Tiongkok, yang kemudian menyebar ke negara lain yang juga memiliki masyarakat darah Tionghoa. Kini, hampir seluruh keturunan Tionghoa merayakan Imlek atau yang juga disebut sincia ini.***

Editor: Ken Supriyono

Sumber: Berbagai sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x