Apa itu Agama Baha'i? Berikut Sejarah Asal-usulnya Baha'u'llah dan Tokoh Penyebarnya hingga Indonesia

27 Juli 2021, 20:41 WIB
Sejarah asal-usul Agama Baha'i dan masuk ke Indonesia. /Foto Dok. bahai.org/

SERANG NEWS – Komunitas Agama Baha’i mulai banyak dikenal dan menjadi perbincangan masyarakat Indonesia secara luas.

Hal ini menyusul Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengucapkan hari raya kepada umat Agama Baha'i.

Melalui Video, Menag Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan ucapan selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 kepada komunitas Baha'i.

Yaqut juga menyampaikan pesan persatuan seluruh elemen bangsa. Selain itu, dia menekankan mengenai pentingnya moderasi beragama.

Baca Juga: Viral Apa itu Agama Baha'i yang Dapat Ucapan Hari Raya Menag Yaqut Cholil Qoumas, Apakah Bagian dari Islam?

Apa Agama Baha'i dan sejarah asal usulnya?

Komunitas Baha'i adalah agama monoteistik yang menekankan pada kesatuan spiritual bagi seluruh umat manusia.

Agama Baha'i lahir di Persia atau yang sekarang dikenal dengan Iran pada 1863. Pendirinya bernama Mirza Ḥusayn-Alí Nuri, yang bergelar Baha'u'lláh yang artinya kemuliaan Tuhan, kemuliaan Allah.

Dilansir SerangNews.com dari laman resmi bahai.id, dijelaskan, Baha’u’llah mengajarkan berbagai prinsip dan konsepsi rohani yang diperlukan umat manusia agar perdamaian dunia yang diidamkan dapat tercapai.

Baca Juga: Nyi Arnah, Murid Syekh Nawawi Al Bantani dan Ulama Perempuan Pertama Banten yang Mengajar di Mekah

Dia meletakkan tiga pilar utama kesatuan yakni, keesaan Tuhan, kesatuan sumber surgawi dari semua agama, dan kesatuan umat manusia.

"Sebuah konsepsi 'kesatuan dalam keanekaragaman'," tulis keterangan tersebut sebagaimana dikutip SerangNews.com dari bahai.id, Selasa 27 Juli 2021.

Baha'i awalnya berkembang secara terbatas di Persia dan beberapa daerah lain di Timur Tengah yang pada saat itu merupakan wilayah kekuasaan Turki Usmani.

Sejak awal kemunculannya, komunitas Bahá'í Timur Tengah khususnya di Persia menghadapi persekusi dan diskriminasi yang berkelanjutan.

Pada awal abad kedua puluh satu, penganutnya mencapai lima hingga delapan juta jiwa yang berdiam di lebih dari dua ratus negara dan teritori di seluruh dunia.

Baca Juga: Ucapan Selamat Hari Raya dari Menag Yaqut Cholil Qoumas Viral, Bagaimana Cara Ibadah Agama Baha'i?

Asal Usul Ajaran Baha'u'llah

Iman Baha'i dimulai dengan misi yang dipercayakan oleh Tuhan kepada dua Utusan Ilahi—Báb dan Baha'u'llah yang diyakini memberi bimbingan kepada umat manusia.

Garis itu disebut sebagai Perjanjian yang dimulai dari Baha'u'lláh ke Putranya 'Abdu'l-Baha, kemudian dari 'Abdu'l-Baha ke cucunya, Shoghi Effendi, dan Dewan Keadilan Universal.

Yang dimaksud Bab adalah pembawa Iman Baha’i. Di pertengahan abad ke-19, Dia mengumumkan bahwa Dia adalah pembawa pesan yang ditakdirkan untuk mengubah kehidupan spiritual umat manusia.

“Misinya adalah untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan Utusan Kedua dari Tuhan, yang lebih besar dari diri-Nya, yang akan mengantarkan zaman damai dan keadilan,” tulis bahai.org yang dikutip SerangNews.com.

Baca Juga: Kiai Sahal, Trah Prajurit Pengawal Khusus Sultan Hasanuddin dan Guru Syekh Nawawi Al Bantani

Perkembangan Iman Baha’i di seluruh dunia saat ini dipandu oleh Universal House of Justice. Dalam kitab hukum-Nya, Baha'u'llah menginstruksikan Rumah Keadilan Universal untuk memberikan pengaruh positif pada kesejahteraan umat manusia, mempromosikan pendidikan, perdamaian dan kemakmuran global, dan menjaga kehormatan manusia dan posisi agama.

Sejarah Baha'i Masuk ke Indonesia

Jamal Effendi dipilih oleh Baha’u’llah untuk mengadakan perjalanan ke India sekira tahun 1875 dan ke Sri Langka.

Pada perjalanan-perjalanan berikutnya, dia didampingi oleh Sayyid Mustafa Rumi termasuk kunjungan ke Burma (Myanmar), pada tahun 1878 dan juga Penang (sekitar tahun 1883).

Pada sekitar tahun 1884-85, mereka meninggalkan usaha dagang mereka di Burma dan kembali melakukan perjalanan ke India.

Baca Juga: Nyi Arnah, Murid Syekh Nawawi Al Bantani dan Ulama Perempuan Pertama Banten yang Mengajar di Mekah

Dari sini mereka melanjutkan perjalanan ke Dacca (sekarang dikenal dengan nama Dhaka, ibu kota Bangladesh), kemudian ke Bombay dan setelah tinggal di sana selama tiga minggu, mereka pergi ke Madras.

Dari Madras, mereka berlayar ke Singapura ditemani dua orang pelayan yaitu Shamsu’d-Din dan Lapudoodoo dari Madras.

Setelah mendapatkan izin untuk berkunjung ke Jawa, mereka tiba di Batavia (Jakarta) dan bermukim di pemukiman Arab, Pakhojan.

Mereka hanya diizinkan untuk mengunjungi kota-kota pelabuhan di Indonesia oleh pemerintah Belanda.

“Sayyid Mustafa Rumi, yang sangat berbakat dalam mempelajari bahasa, segera menguasai bahasa Melayu, menambah daftar panjang bahasa-bahasa yang telah dikuasainya,” tulis baha’i.id.

Dari Batavia kemudian ke Surabaya, singgah di beberapa tempat seperti Bali dan Lombok.

Pemberhentian mereka selanjutnya adalah Makassar lalu berlayar ke pelabuhan Pare-Pare dan Bone.

“Karena batas kunjungan empat bulan yang secara tegas diberikan oleh Gubernur Belanda di Makassar, mereka meninggalkan Sulawesi menuju ke Surabaya dan kemudian kembali ke Batavia,” tulisnya lebih lanjut.

Setelah itu kembali ke Singapura dan ke bagian-bagian lain di Asia Tenggara. “Bashir, salah satu anak laki-laki Bugis itu, berhasil mencapai Akka dan bekerja di rumah Baha’u’llah,” tangkas keterangan bahai.id.***

Editor: Ken Supriyono

Tags

Terkini

Terpopuler