Fenomena Angin Puting Beliung Sapu Bandung Disebut sebagai Kejadian Langka

- 23 Februari 2024, 16:18 WIB
Ilustrasi angin puting beliung.
Ilustrasi angin puting beliung. /Freepik/

Kawasan itu semula merupakan kawasan hijau yang ditandai dengan banyak pepohonan. Artinya, lingkungannya masih relatif bersih.

Namun, sekarang kawasan itu telah beralih fungsi yang semula hijau berubah menjadi kawasan industri. Kawasan seperti itu biasanya rawan diterjang pusaran angin.

“Dengan kata lain, terjadi perubahan tata guna lahan yang semula hutan jati, kini berubah menjadi hutan beton,” kata Eddy.

Lebih lanjut dia menerangkan bahwa industri banyak menghasilkan gas emisi yang tidak dapat leluasa kembali ke atmosfer akibat efek rumah kaca. Dengan lama penyinaran matahari lebih dari 12,1 jam, maka kawasan itu sangat panas pada siang hari dan relatif dingin saat malam hari.

Perbedaan suhu antara malam dan siang sangatlah besar. Tanpa disadari, kawasan itu tiba-tiba berubah menjadi kawasan bertekanan rendah. Kondisi seperti itu dimulai sejak 19 Februari 2024 dan di saat itulah, kumpulan massa uap air dari berbagai penjuru masuk ke Rancaekek.

Eddy menyampaikan proses itu terjadi agak lama sekitar 24-48 jam. Diawali dengan pembentukan bayi awan-awan cumulus (dikenal sebagai Pre-MCS). Kemudian lambat laut membesar membentuk kumpulan awan-awan cumulonimbus yang siap untuk diputar hingga membentuk pusaran besar atau dikenal sebagai puting beliung.

"Walaupun mekanisme agak komplek untuk dijelaskan secara rinci, namun dugaan kuat pusaran terjadi akibat adanya pertemuan dua massa uap air dari arah barat dan timur, lalu diperkuat dari arah selatan Samudera Indonesia. Ketiganya berkumpul di satu kawasan yang memang telah mengalami degradasi panas yang cukup tajam,” kata Eddy.

Hampir semua kejadian ekstrem seperti puting beliung di Rancaekek misalnya, hingga kini kehadirannya relatif sulit diprediksi oleh para ilmuwan. Selain data yang beresolusi tinggi masih terbatas, namun juga mekanisme pembentukannya belum dipahami dengan baik dan sempurna.

"Adalah wajar jika kadangkala masing-masing kita memiliki pandangan berbeda," ucapnya.***

Halaman:

Editor: Ikbal Tawakal


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x