Beberkan Hutang Garuda Indonesia dan PLN, Fadli Zon Bandingkan Capain BUMN Era Jokowi dan sebelumnya

- 10 Juni 2021, 10:49 WIB
Fadli Zon beberkan hutang Garuda Indonesia dan PLN serta bandingkan capaian kinerja BUMN era Presiden Jokowi dengan era sebelumnya.
Fadli Zon beberkan hutang Garuda Indonesia dan PLN serta bandingkan capaian kinerja BUMN era Presiden Jokowi dengan era sebelumnya. /Instagram.com/@fadlizon/

SERANG NEWS – Fadli Zon beberkan capaian BUMN di era Presiden Jokowi dan era-era sebelumnya.

Perbandingan yang dilakukan Fadli Zon dimulai dari ulasannya mengenai hutang yang melilit Garuda Indonesia dan PLN yang merupakan perusahaan milik BUMN.

Kondisi hutangnya Garuda Indonesia dan PLN disebut Fadli Zonk arena buruknya tata Kelola yang dijalankan BUMN.

Fadli Zon mengatakan, Garuda Indonesia tengah menjadi sorotan. Semua menjadi geram karena maskapai berusia 72 tahun ini terjerat lilitan utang menggunung dan menderita kerugian cukup besar.

Baca Juga: Geram Hutang Garuda Indonesia Menggunung hingga Rp70 Triliun, Fadli Zon: Tata Kelola Keuangan Buruk

“Saat ini Garuda Indonesia tercatat memiliki utang US$4,9 miliar dolar, atau setara Rp70 triliun. Angka tersebut meningkat sekitar Rp1 triliun setiap bulannya jika Garuda terus menunda pembayaran kepada pemasok (lessor),” kata Fadli Zon melalui cuitan akun Twiiter @fadlizon yang dikutip SerangNews.com, Kamis 10 Juni 2021.

Selain utang menggunung, lanjut Fadli Zon, Garuda Indonesia juga terlilit kerugian yang cukup besar.

“Saat ini, operational cost Garuda tiap bulan mencapai US$150 juta, padahal pendapatannya hanya tinggal US$50 juta. Artinya, tiap bulan perusahaan pelat merah ini merugi sekitar US$100 juta,” ujarnya.

Belum reda kasus ambruknya Garuda, kata mantan Wakil Ketua DPR ini, ada fakta baru utang PLN (Perusahaan Listrik Negara) yang mencapai Rp500 triliun.

Baca Juga: Suka Duka Menteri BUMN era Presiden Jokowi, Erick Thohir: Dijauhi Teman Dekat

Fadli Zon mengaku heran atas kondisi tersebut. “Enam tahun lalu, utang PLN hanya di bawah Rp20 triliun. Namun, hanya dalam satu periode kekuasaan, utang PLN telah meroket menjadi Rp500 triliun,” katanya.

Meski kabar buruk tersebut meruak di tengah pandemi, Fadli menilai tak bisa menyalahkan pandemi. Sebab, sejak sebelum pandemic pun, hutang dan kinerja BUMN telah mendapat sorotan dari berbagai lembaga internasional dan pemeringkat utang.

“Terlalu banyaknya penugasan Pemerintah, terutama BUMN Karya, yang melebihi kemampuan keuangan perusahaan; warisan inefisiensi organisasi; ditambah dengan penunjukan direksi dan komisaris BUMN yang dilakukan secara tak profesional,” ujarnya.

Baca Juga: Erick Thohir Ungkap Beratnya Jadi Menteri BUMN, Mengaku Tak Tahan dengan Godaan Ini

“Karena tidak didasarkan pada faktor kompetensi; telah membuat BUMN berada di tubir jurang kebangkrutan,” sambung Fadli Zon.

Pada tahun 2018, Fadli Zon menyebut, Bank Dunia dalam laporan Infrastructure Sector Assessment Program, mencatat meroketnya utang BUMN di bawah pemerintahan Presiden Jokowi disebabkan oleh beban penugasan proyek-proyek pemerintah.

“Pemerintah telah mengabaikan kondisi dan kemampuan riil BUMN hanya demi mengejar target muluk pembangunan infrastruktur. Akibatnya, BUMN harus menanggung beban utang yang tinggi,” sambungnya.

Fadli Zon lantas membandingkan capaian BUMN di era Presiden  Jokowi dan era sebelumnya berdasarkan laporan konsultan McKinsey & Company.

Baca Juga: Terlilit Utang hingga Rp70 Triliun, Garuda Indonesia Tawarkan Karyawan Pensiun Dini

“Membengkaknya jumlah hutang itu memang tak diimbangi dengan kemampuan bayar yg memadai. Selain itu, untuk pertama kalinya pula pada masa itu kita bisa memasukkan dua BUMN terkemuka, yaitu Pertamina dan PLN ke dalam ke dalam daftar "Fortunes Global 500". Artinya, kinerja BUMN kita di masa lalu pernah sangat baik,” katanya.

Namun, hanya dalam tempo lima tahun, hutang pemerintah telah membengkak menjadi Rp6.336 triliun, sementara utang BUMN meningkat jadi Rp1.140 triliun.

“Jika keduanya digabungkan, angkanya telah mendekati Rp8.000 triliun. Secara rasio, per April 2021, jumlah rasio utang kita terhadap PDB telah tembus angka 41,6 persen,” katanya.

Baca Juga: Subsidi dan Diskon Listrik Gratis PLN Diperpanjang hingga Maret 2021, Berikut 3 Cara Klaimnya

Karena itu dengan atau tanpa pandemi, lanjut Fadli, sudah tak lagi berjalan di rel yang benar. Pandemi hanya sedikit menambah buruk, pada situasi yang sudah sangat buruk.

“Sejak sebelum pandemi, misalnya, banyak BUMN telah mengalami gagal bayar, sehingga harus mendapatkan suntikan dana dari negara,” sambungnya.

Selain masalah tata kelola dan profesionalitas, masalah lain yang telah mendorong BUMN berada di jurang kebangkrutan adalah kesalahan Pemerintah dalam memandang dan menempatkan BUMN.

Selama ini BUMN ditempatkan sebagai unit bisnis. Karena dimiliki oleh Pemerintah dan mengelola sektor-sektor strategis, BUMN jadi dilihat sebagai perusahaan gigantik. Akibatnya, BUMN terus-menerus dikerubuti oleh semut-semut kepentingan yang ingin mengais rezeki.

Padahal, kalau membaca kembali Pasal 33 UUD 1945, BUMN adalah instrumen intervensi Pemerintah terhadap perekonomian. Fungsinya untuk menguasai sektor-sektor strategis bagi kepentingan publik. Jadi, misi BUMN bersifat ideologis, sementara tata kelolanya bersifat profesional.

“Tapi hal itu tak lagi berlaku kini. Hari ini, misi BUMN bersifat bisnis, sementara tata kelolanya tidak profesional. Pada akhirnya, misi ideologis tidak terkejar, sementara dari sisi bisnis malah tersungkur,” cetusnya.***

Editor: Ken Supriyono


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah