Baca Juga: Upaya Diplomatik Indonesia Goyah, Jubir Menlu: Bukan Waktu yang Ideal untuk Berkunjung ke Myanmar
Sementara, utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan saat berada di New York bahwa hari Rabu adalah 'hari paling berdarah' sejak Kudeta Militer di Myanmar pada 1 Februari 2021.
Schraner Burgener juga memperingatkan wakil kepala militer Myanmar Soe Win bahwa militer kemungkinan besar akan menghadapi tindakan keras dari beberapa negara sebagai pembalasan atas kudeta tersebut.
Baca Juga: Jepang Diguncang Gempa 7,1 SR, Getaran Terasa Hingga Tokyo dan Pusat Nuklir Fukushima
"Jawabannya adalah: 'Kami terbiasa dengan sanksi, dan kami selamat'," kata Burgener.
Aktivis setempat mengatakan, mereka menolak untuk menerima pemerintahan militer dan bertekad untuk mendesak pembebasan Suu Kyi yang ditahan dan pengakuan atas kemenangannya dalam pemilihan November 2020.
"Kami tahu bahwa kami selalu bisa ditembak dan dibunuh dengan peluru tajam, tetapi tidak ada artinya tetap hidup di bawah junta," kata aktivis Maung Saungkha.***