Revolusi Jas Putih, Pelajar dan Dokter di Myanmar Ancam Aksi Lebih Besar Tolak Pemilihan Ulang

25 Februari 2021, 12:24 WIB
Aksi demonstrasi di depan kedutaan Indonesia di Yangon, Myanmar /Reuters/ Stringer/

SERANG NEWS - Aksi demonstrasi terhadap Kudeta Militer di Myanmar yang terjadi sejak awal Februari 2021 terus berlanjut.

Kali ini, para pelajar dan dokter di Myanmar sedang merencanakan aksi yang lebih besar di pusat komersial Yangon untuk menolak kudeta militer dan menolak pemilihan ulang di negara tersebut.

Para demonstran didesak untuk membawa spanduk yang bertuliskan tentang militer agar bisa dihancurkan saat aksi nanti.

Baca Juga: Upaya Diplomatik Indonesia Goyah, Jubir Menlu: Bukan Waktu yang Ideal untuk Berkunjung ke Myanmar

“Sejak kudeta, hidup kami menjadi tanpa harapan, impian kami telah mati, kami tidak menerima sistem pendidikan yang mendukung kediktatoran,” kata Kaung Sat Wai (25) seorang pelajar di kota utama Yangon dikutip SerangNews.com dari laman Reuters pada Kamis, 25 Februari 2021.

Banyak profesional dan pekerja pemerintah juga telah bergabung dalam aksi melawan kudeta tersebut.

Baca Juga: Upaya Diplomatik Indonesia Goyah, Situasi di Myanmar Terancam Semakin 'Panas'

Para dokter menyebut aksi itu dengan istilah 'revolusi jas putih'.

Berdasarkan informasi dari Kelompok HAM Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), hingga Rabu 24 Februari 2021, sebanyak 728 orang telah ditangkap, didakwa dan dijatuhi hukuman sehubungan dengan protes pro-demokrasi.

Baca Juga: Kudeta Militer, Aung San Suu Kyi dan Win Myint Ditahan, Kekuasaan Dipegang Panglima Militer Min Aung Hlaing

Pasukan keamanan Myanmar telah melakukan beberapa pembatasan terhadap aksi demonstrasi dibandingkan dengan tindakan keras sebelumnya.

Media pemerintah Myanmar melaporkan, Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan, pihak berwenang mengikuti jalur demokrasi dalam menangani aksi tersebut.

Baca Juga: Viral di Twitter, Senam Aerobik dengan Lagu 'Ampun Bang Jago' Saat Kudeta Myanmar

Para polisi hanya menggunakan kekuatan minimal untuk meredam aksi, seperti peluru karet dan sebagainya.

Diketahui, aksi Kudeta Militer di Myanmar terjadi setelah Partai Suu Kyi memenangkan Pemilu pada 8 November 2020.

Baca Juga: 3 Tokoh Militer Ini Sukses Tampuk Kekuasaan Melalui Kudeta, Berikut Sejarah dan Sosoknya

Namun, militer setempat menuduh pemilihan tersebut dipenuhi dengan kecurangan. Sedangkan pendukung Suu Kyi ingin kemenangannya diakui.

Sempat ada wacana pemilihan ulang, namun para pendukung Suu Kyi menolak rencana tersebut dan bersikeras menginginkan kemenangan Suu Kyi tetap diakui.***

Editor: Muh Iqbal Zikri

Sumber: REUTERS

Tags

Terkini

Terpopuler