Visi Hasanuddin dilanjutkan sang putra Mahkotanya, Maulana Yusuf (1570-1580). Bangunan keraton diperkuat dengan benteng dan kanal.
Hendrick Lucas Cardeel didapuk sebagai sang arsitek. Pembangunan Masjid Agung Banten dirampungkan. Juga pendirian Masjid Kasunyatan. Area persawahan baru dibuka. Irigasi dibangun sampai terbangunnya Danau Tasikardi.
Baca Juga: Sejarah Awal Orang China Masuk Banten: Temuan Artefak hingga Peranan di Masa Kesultanan Banten
Kemegahan Banten memuncak saat tahta raja dipundak Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672). Lahan pertanian hingga pusat-pusat perekonomian baru terus bertumbuh.
Masa ini, komoditas lada menjadi primadona pangsa pasar dunia. Banten pun berhasil menjadi kerajaan yang disegani dunia.
Masa puncak mulai meredup saat Sultan Ageng digulingkan putranya, Sultan Haji, pada 1952. Bersamaan ini, cengkaraman politik Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC, Belanda menguat ke dalam kebijakan keraton.
Sultan-sultan setelahnya, tak lebih hanya sekadar kaki tangan. Terlebih seiring menguatnya peran Bandar Batavia. Pamor Banten terus surut.
Baca Juga: Jadi Ikon Wisata Religi Banten, Ini 7 Fakta Menarik Masjid Agung Banten Lama
Senjakala Surosowan tak lagi terhindarkan. Ditambah perseteruan Sultan Aliyudin II dengan Gubernur Jenderal H.W Daendels yang berakhir genjatan senjata. Musababnya, penolakan Sultan pada kekuasaan Daendels.
Sang penguasa baru Belanda di Hindia Belanda dibuat murka. Sultan enggan kirimkan seribu pekerja untuk pembangunan pangkalan militer di Ujung Kulon. Apalagi menyerahkan Mangkubumi Wargadiraja ke Batavia, dan memindahkan keraton ke Anyar.