Ki Hajar Dewantara, Kilas Balik Sejarah Hari Pendidikan Nasional dan Taman Siswa Yogyakarta Bagian 2

- 2 Mei 2021, 03:45 WIB
Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional dan sejarah Hari Pendidikan Nasional
Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional dan sejarah Hari Pendidikan Nasional /Dzikri Abdi Setia/Seputar Lampung

SERANG NEWS – Ki Hajar Dewantara namanya abadi sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Setiap 2 Mei yang merupakan tanggal lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Tangga itu diambil sebagai penghormatan atas jasa Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa di Yogyakarta, sekaligus cikal bakal konsep pendidikan nasional Indonesia.

Buah pemikiran itu masih terus menjadi spirit generasi hinga kini. Ki Hajar Dewantara hidup dalam ruang-ruang pendidikan yang terus dijalankan generasi setelahnya.

Artikel sebelumnya yang berjudul Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Bagian I, Kisahta Tak Tamat Sekolah dan Dibuang ke Belanda telah diulas asal muasal sosok bernama Raden Mas Suwardi Suryaningrat ini hingga masa perjuangan dan pembuangannya ke Belanda.

Artikel bagian kedua ini sebagai lanjutannya. Di mana, selepas dari pembuangan, pada September 1912, Ki Hajar Dewantara mulai berkarir sebagai guru di sekolah, yang didirikan Suryopranoto, kakak seayah, tapi beda ibu.

Dari pengalaman mengajar itu, Ki Hajar Dewantara mengembangkan konsep pendidikan dengan mendirikan sekolah sendiri pada 3 Juli 1922. Nama sekolah itu Nasional Onderwijs Institut Taman Siswa atau yang lebih dikenal Perguruan Nasional Taman Siswa.

Baca Juga: Mengenang Hari Kartini, Ini 10 Fakta Hidup dan Perjuangan Emansipasi Perempuan

“Pemerintah Kolonial Belanda tidak serta merta membiarkannya bebas menyalurkan semangat nasionalismenya dalam sekolah yang didirikannya,” tulis Gamal Komandoko yang dikutip SerangNews.com dalam Atlas Pahlawan Nasional.

Pemerintah Kolonial Belanda mencoba merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Namun, lanjut Gamal, berkat kegigihannya dalam memperjuangkan hak-haknya, ordonansi itu akhirnya dicabut Pemerintah Kolonial Belanda

“Ketika genap berusia 40 tahun, Ki Hajar Dewantara tak lagi menggunakan nama gelar kebangsawanan di depan namanya. Ini dilakukannya agar bebas dan lebih dekat dengan rakyat, baik fisik maupun jiwa,” papar Gamal lebih lanjut.

Baca Juga: Mengenal Marie Thomas, Sosok Dokter Wanita Pertama yang Menjadi Trend di Doodle Google

Sejurus dengan berakhirnya Belanda, giliran Jepang melakukan pendudukan di tanah Hindia Belanda. Perguruan Nasional Taman Siswa mendapatkan rintangan lebih berat lagi.

Taman Siswa, juga sekolah lainnya di Indonesia (kala itu masih Hindia Belanda), mengalami kemerosotan drastis. Jepang menggunakan sekolah sebagai alat indoktrinasi.

Sebanyak 3.000 siswa (setingkat SMP) dari Perguruan Nasional Taman Siswa dibubarkan Jepang. Pemerintah Jepang hanya mengizinkan beroperasinya Sekolah Kejuruan dalam perguruan yang didirikannya.

Ketika masa pendudukan Jepang itu, Ki Hajar Dewantara ditunjuk sebagai salah seorang dari empat orang yang menjadi anggota PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat). Tiga orang lainnya yakni, Sukarno, Mohammad Hatta, dan Mas Mansyur.

Baca Juga: Sosok Syekh Nawawi Al Bantani, Ulama Kharismatik Banten dan Guru Ulama Nusantara hingga Dunia

Ketika Jepang telah menunjukkan tanda-tanda kekalahan dari pasukan sekutu pada Perang Dunia II, sikapnya terhadap Indonesia melunak. Pemerintah Jepang melalui Letnan Jenderal Kumaichi Harada mengumumkan pembentukan Badan Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Setelah BPUPKI menyelesaikan tugas merancang Undang-undang Dasar, dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Nama Ki Hajar Dewantara masuk di antara enam orang angota PPKI, yang ditunjuk orang Indonesia tanpa seizin Pemerintah Jepang.

Ia juga tercatat memiliki andil dalam Komite Nasional Indonesia Pusat dan Kabinet Indonesia Pertama Republik Indonesia, yang dibentuk pada 2 September 1945. Ia terpilih sebagai Menteri Pengajaran.

Baca Juga: Hari Aristektur: Ada YB Mangunwijaya, Soekarno, dan Ridwan Kamil, Ini Sosok Ternama Arsitek Indonesia

Selain itu, Ki Hajar Dewantara menjadi peletak dasar pendidikan di Indonesia. Ia juga diangkat menjadi panitia Penyelidik Pengajaran pada 1946.

Bapak Pendidikan Nasional Indonesia ini terus berkiprah dalam dunia pendidikan hingga wafat di Yogyakarta, pada 26 April 1959. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Wijayabrata, Yogyakarta.

“Tak terkira besarnya jasa dan pengabdian Ki Hajar Dewantara bagi dunia pendidikan di Indonesia, tanggal kelahirannya, 2 Mei, menjadi Hari Pendidikan Nasional,” ungkap Gamal.

Salah satu semboyan pendidikan nasional warisan Ki Hajar Dewantara adalah, ‘Ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani.’

Maksudnya, pemimpin adalah di depan dapat memberikan teladan, di tengah dapat membangkitkan motivasi dan di belakang memberikan pengawasan serta dorongan untuk terus maju.

Dua tahun sebelum meninggal dunia (1957), Ki Hajar Dewantara menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada.

Pemerintah Indonesia mengukuhkan Ki Hajar Dewantara sebagai Pahlawanan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959.***

Editor: Ken Supriyono


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x