Sejarah Awal Orang China Masuk Banten: Temuan Artefak hingga Peranan di Masa Kesultanan Banten

- 3 Februari 2021, 17:17 WIB
Gerbang Vihara Avalokitesvara di Kawasan Banten Lama yang menjadi salah satu jejak orang China di Banten.
Gerbang Vihara Avalokitesvara di Kawasan Banten Lama yang menjadi salah satu jejak orang China di Banten. /Ken Supriyono/SERANG NEWS/

SERANG NEWS – Orang China di Provinsi Banten bukan hal baru. Sejak masa Banten Girang hingga Kesultanan Banten, mereka telah tinggal dan membaur, bahkan memiliki peranan penting.

Kehadiran orang China atau komunitas masyarakat Tionghoa di Banten memiliki bentang sejarah panjang. Kehadirannya juga memberi corak warna yang melebur pada kehidupan masyarakat Banten.

Jejak itu dapat terlihat pada beberapa artefak, yang sampai saat ini masih bisa dijumpai. Sebut saja, Kampung Pacinan di Kasemen.

Baca Juga: Sejarah Imlek dan Komunitas Tionghoa di Indonesia, Suram saat Orde Baru, Merdeka di Masa Gus Dur

Eks Chinatown pada masa Kesultanan Banten ini, masih bisa dijumpai reruntuhannya dari menara Masjid Pacinan Tinggi, yang dahulunya menjadi tempat ibadah bagi Tionghoa muslim.

Sekira 500-an meter dari kawasan itu, terdapat Vihara Avalokitesvara. Permukiman lainnya, terdapat di Tangerang atau yang populer dengan sebutan China Benteng.

Rekam jejak sejarah kehadiran bangsa Tionghoa sudah berlangsung sejak permulaan abad, masa Kerajaan Banten Girang. Catatannya terdapat dalam dokumen pelayaran berjudul Shungfeng Xiangsong, pada medio 1500.

Dokumen yang dirujuk Arkeolog Perancis Claude Guillot untuk menulis buku berjudul ‘Banten: Sejarah dan peradaban abad X-XVII’. Dalam buku itu, sudah disebutkan kata Wan-tan dan Shunt'a untuk menyebut Banten atau Sunda.

Baca Juga: Legenda Kisah Inspeksi Dewa Dapur saat Imlek 2021, Ini Alasan Mengapa Ada Kue Kerancang sebagai Sajian Khas

Masa itu, Kerajaan Banten Girang dikenal sebagai negara pesisir, yang menyandarkan perekonomiannya pada perdagangan lada. Kerajaan ini disebut menjalin hubungan dengan China.

Salah satu buktinya, banyak ditemukan keramik-keramik China dari berbagai Dinasti China pada abad 12-13 pada situs Eks Kerajaan Banten Girang. Bukti itu, kini disimpan pada Museum Purba Kala Banten Lama, Kasemen, Kota Serang.

Kemungkinan orang-orang Tiongkok sudah hadir pada permulaan abad. Namun, dokumen resmi menyebut kehadiran mereka sekira abad 10.

Terlebih, pada sekira abad 13-14, perekonomian Banten Girang dengan lada sebagai komoditas utamanya, mengalami perkembangan berkat digalakkan perdagangan dengan Tiongkok.

Baca Juga: Sejarah Oeridab, Uang Banten di Masa Darurat Pemerintahan Indonesia (2) Desain Jenis Pecahan Uang

“Sejak zaman Banten Girang, mereka sudah menjadi midlle man (kelas menengah) yang mengumpulkan lada dari para petani,” kata Peneliti Sejarah Banten, Mufti Ali saat mengulas 'Jejak Tionghoa di Banten'.

Selain di Banten Girang, Mufti menyebut, beberapa situs etnik Tionghoa banyak dijumpai hingga pelosok Banten. Menurutnya, kedatangan orang-orang Tionghoa didorong dengan motif perdagangan.

Sebagai bangsa yang praktis dan ingin tetap survive di negeri perantauan, sebagian dari mereka juga mengembangkan pertanian. Dari proses itu, diduga mereka mulai menyebar hingga ke pelosok-pelosok Banten.

Di antaranya, di daerah Pegunungan Cimuncang, Mandalawangi, Kaki Gungung Karang, Jiput, dan Carita. Di daerah itu banyak dijumpai warga yang secara fisik mirip dengan orang-orang Tiongkok.

Baca Juga: Sejarah Oeridab: Uang Banten di Masa Darurat Pemerintahan Indonesia (1) Dicetak pada Orang China

Tulang Punggung Ekonomi

Pada masa Kesultanan Banten gelombang orang Tionghoa datang ke Banten semakin banyak. Terlebih ketika dekade 1670-1671, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan Kaytsu dan Cakradana membangun tiga jalan di Kawasan Banten Lama.

Jalan itu masing-masing dibangun dua puluh rumah berbahan bata dan toko-toko di kedua sisi jalan. Pembangunan sebanyak 120 rumah ini sengaja dilakukan untuk menyambut pendatang baru yang tidak saja dari dari Tiongkok, tetapi juga dari Batavia (sekarang Jakarta).

Selang tak lama, ketika perang melanda Fujian dan China Selatan, serta terjadi kekacauan di Pesisir Utara Jawa akibat pemberontakan Trunojoyo pada 1676, Banten menjadi tujuan persinggahan.

Baca Juga: Jejak Bersejarah Hotel Voos di Kota Serang (1) Dijadikan Makodim sampai Berganti Mal

Tak hanya China dari Amoy Jawa Timur, juga dari Jawa Tengah. Menurut Mufti, ada lebih dari 1.000 orang Tionghoa yang mengungsi dan mendapat pekerjaan di Banten.

“Fakta ini menunjukkan bahwa Sultan bisa memberikan jaminan keamanan untuk hidup dan berdagang dan hidup di Banten secara aman dan nyaman,” sebut doktor lulusan Univesitas Leiden Belanda ini.

Peranan mereka juga semakin kuat tidak hanya dalam urusan perdagangan, akan tetapi dalam arah kebijakan istana. Terlebih, sejak Kaytzu dan Cakradana yang merupakan orang Tionghoa, yang masuk Islam dinobatkan sebagai syahbandar.

Dua orang ini punya andil besar dalam masa Kesultanan dan membawa Banten sebagai Kota Metropolis.

“Tak heran orang Tionghoa diperlakukan istimewa karena mereka menjadi penyambung kemakmuran Banten,” kata Mufti.***

Editor: Ken Supriyono


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x