Para penulisnya bukan hanya dari Jawa dan Madura, tapi dari Sumatera dan Sulawesi. Saat itu para penulis wanita menulis tentang resep kue, tips merawaat bayi, primbon, jamu-jamuan dan sebagainya.
Hal itu dilakukan atas imbauan dan semangat penulis pria termasuk Tirto Adhi Soerjo sendiri. Porsi tulisan untuk wanita masih sedikit, sehingga Tirto memutuskan untuk membuat surat kabar khus wanita yang diberi nama Poetri Hindia.
Baca Juga: Tirto Adhi Soerjo dalam Ingatan Tulisan ‘Mangkat’ Mas Marco Kartodikromo
Poetri Hindia diterbitkan saat itu dalam semangat mengemban tugas mulia buat kaum wanita, dikelola wanita, dan untuk wanita.
Kesungguhan niat ini tercermin dari susunan redaksinya pada Poetri Hindia edisi 15 Januari 1910 yang dipenuhi oleh para wanita terpandang di masanya.
Poetri Hindia memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dipunyai koran-koran umum lain, seperti tercermin dalam rubrik-rubriknya.
Poetri Hindia saat itu mempunyai rubrik tentang Cerita Pendek, Hikayat, Perempuan Hindia, Pemeliharaan Anak, Perawatan Kecantikan dan Hiburan, serta Unggah-ungguh Berkeluarga, sermasuk pelajaran bagaimana istri melayani suaminya.
Salah seorang koresponden Poetri Hindia adalah Raden Ajoe Soetanandika yang tulisannya pernah memenuhi hampir semua halaman. Yakni ulasan panjang soal bagaimana membikin kain batik sekaligus kemben dan hiasan.
Baca Juga: Puisi untuk ‘Sang Pemula’ Tirto Adhi Soerjo dalam Lentera Pergerakan Indonesia
Keistimewaan lainnya ialah, Poetri Hindia menggunakan bahasa lingus Franca, bahasa bangsa-bangsa terperintah.