SERANG NEWS – Sosok Tirto Adhi Soerjo namanya sangat lirih terdengar karena politik arsip yang masif di masa Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Bahkan di zaman Orde Lama dan Orde baru sekalipun namanya tak lekas muncul.
Lamat-lamat namanya kembali muncul lewat usaha gigih penulis kenamaan Pramoedya Ananta Toer. Pram dengan susah payah mengumpulkan berkas-berkas karya jurnalistik Tirto Adhi Soerjo.
Ia menuliskan kembali, menyunting, serta menerbitkannya dengan judul Sang Pemula. Namun, buku biografi yang dicetak pertama kali oleh Hasta Mitra pada 1985 ini, segera menghilang dari peredaran sebab dilarang pemerintah waktu.
Baca Juga: Tirto Adhi Soerjo, Anak Bangsawan yang Memilih Jalan Pers Pergerakan dan Kebangsaan
Sastrawan kelahiran Blora, 6 Februari 1926 itu, tidak hanya menulis dalam buku sejarah, melainkan juga empat novel roman sejarah bertajuk ‘Tetralogi Pulau Buruh’: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca.
Pram menjuluki Tirto Adhi Soerjo sebagai Sang Pemula, yang artinya adalah orang yang memulai perlawanan terhadap colonial dalam banyak hal dengan cara-cara modern untuk memerdekan bangsanya.
Tirto disebut Sang Pemula dari seluruh Hindia Belanda yang memulai membuka jalan menuju kebangkitan Nasional Indonesia.
Pram juga berseru, bahwa Tirto Adhi Soerjo bukan sekadar Bapak Pers Nasional, melainkan pula Pahlawan Nasional Indonesia. Suara yang setelah satu windu reformasi, masa pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terdengar. Tirto Adhi Soerjo pada 10 November 2006 dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Adipradana.
Baca Juga: Tirto Adhi Soerjo, Jejak Bapak Pers sekaligus Pahlawan Nasional