Tirto Adhi Soerjo dalam Ingatan Tulisan ‘Mangkat’ Mas Marco Kartodikromo

- 7 Desember 2020, 11:17 WIB
Makam Tirto Adhi Soerjo Bapak Pers Indonesia yang mendirikan Medan Prijaji di Manggadua, Jakarta.
Makam Tirto Adhi Soerjo Bapak Pers Indonesia yang mendirikan Medan Prijaji di Manggadua, Jakarta. /Serang News/FB Binhad Nurrohmat/

SERANG NEWS – 7 Desember 2020 tepat 102 tahun Bapak Pers Nasional Tirto Adhi Soerjo meninggal dunia.

Prosesi pemakaman sosok penting yang menjadi pelopor pers bumiputra pertama masa itu begitu sunyi. Tak ada iring-iringan besar, dan pidato yang mewakili jasa dan amalnya.

Bagi seorang jurnalis kenamaan, yang dalam dasawarsa pertama masa itu banyak disebut pers Hindia maupun Belanda, memang terlalu sedikit tanggapan atas kematiannya. Namun, dari yang sedikit adalah sepucuk surat dari Jakarta pada De Lokomotief, Semarang yang menerangkan.

Baca Juga: Puisi untuk ‘Sang Pemula’ Tirto Adhi Soerjo dalam Lentera Pergerakan Indonesia

“…sebuah kuburan di Manggadua, Batavia, yang sedikit pun tak berbeda dari kuburan-kuburan lain dan sekitarnya adalah tempat istirahat terakhir pekerja dan jurnalis ini…,” tulis De Lokomotief yang dikutip dalam Sang Pemula karya Pramoedya Ananta Toer.

“Harian-harian Pribumi tiada menyinggung lagi tentangnya dan sampailah kemudian ketelinga kami, bahwa orang membisu tentangnya dikarenakan hormat yang mendalam kepadanya lantaran tahun-tahunnya yang memilukan. Karena Tirto Adhi Soerjo menjadi korban kerja kerasnya sendiri, dalam tujuh-delapan tahun terakhir telah sepenuhnya rusak ingatan dan takut orang….” tulis lebih lanjut koran yang kali pertama terbit pada 1845 di Semarang, menuliskan kabar pemakaman yang berlangsung pada 7 Desember 1918.

Selain kabar itu, Mas Marco Kartodikromo yang dikenal sebagai kader ideologis dalam jurnalistik dan gerakan, juga menulis ingatannya atas sosok Tirto Adhi Soerjo. Tulisan berjudul “Mangkat” ini dimuat dalam Kabar Djawi Hisworo, enam hari paska pemakaman atau pada 13 Desember 1918.

Baca Juga: Tirto Adhi Soerjo, Anak Bangsawan yang Memilih Jalan Pers Pergerakan dan Kebangsaan

Sebagai bentuk penghormatan dan peringatan Haul ke 102 tahun Tirto Adhi Soerjo, SerangNew.com kembali memuat tulisan tersebut. Redaksi hanya merubah ejaan yang disesuaikan untuk memudahkan pembaca.

Mangkat

Dengan terperanjat saya dapat kabar, bahwa Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, ketika hari Sabtu yang baru berserang meninggal dunia ada di rumah sakit di Glodok Betawi. Pembaca yang terhormat, yang baru berkenalan dengan surat kabar dalam 4-5 tahun saja, boleh jadi belum tahu terang keadaan beliau, siapakah Raden Mas Tirto Ini?

Raden Mas Tirto Adhi Soerjo, ialah seorang bangsawan asali dan juga bangsawan berfikiran, bumiputera yang pertama kali menjabat jurnalis; boleh bilang tuan T.A.S. (Tirto Adhi Soerjo) induk jurnalis bumiputra di tanah jawa ini. Tajam sekali beliau punya pena, banyak pembesar-pembesar yang kena kritikya menjadi muntah darah dan sebagian besar suka memperbaiki kelakuannya yang kurang senonoh.

Pertama kali beliau jadi redaksinya pemberita Betawi. Lalu terbitan sendiri surat bulanan nama Soenda Berita, dan lantas lain-lain surat bulanan atau mingguan, akhirnya Medan Prijaji yang begitu kesohor.

Tetapi oleh kurang hemat memegang duit, M.P (Medan Priaji) tidak dapat hidup lama, dan Tuan Tirto seperti ahulia lantas hidup menganggur ada di Hotel Samirono Weltevreden dalam pemeliharaanya Tuan Goenawan. Sebab hotel itu pada galibnya ada kepunyaan Tuan Tirto yang dengan keridaan diserahkan pada Tuan Goenawan.

Baca Juga: Tirto Adhi Soerjo, Jejak Bapak Pers sekaligus Pahlawan Nasional

Baca Juga: Mewarisi Spirit Raden Mas Tirto Adhi Soerjo

Sekarang masuk usia 38 tahun benar, beliau mulai tidur yang penghabisan buat selama-lamanya. Maka dengan kepedihan yang amat sangat, tidak lupalah saya berdoa, bermohon akan Tuhan Yang Maha Kuasa, mudah-mudahan arwah beliau itu diberi apalah kiranya jalan terang, tujuan langsung, makam luas dan hujan rahmat, agar supaya dapat melimpah untuk putra-putra beliau yang masih ketinggalan di dunia dapat melangsungkan kehidupan mencapai kemuliaan di muka bumi.

Sebab saya ingat, beliau itu dulu ada mempunyai tiga orang putra, seorang lelaki, dua orang perempuan, yang lelaki itu yang sulung, keluar dari pada Princes Van Bacan. Jadi ini putra terhitung Erfvost dari itu kerajaan kecil. Adapun yang dua orang perempuan, keluar dari orang biasa saja yakni Raden Ayu Tirto, yang dulu ada di Bogor.

Entah, itu dua anak perempuan dan ibunya sekarang tinggal di mana, saya tidak tahu lagi. Meski begitu besar, tempo-tempo terkenanglah saya akan mereka dua putri itu, yang pada masa ini kira-kira sudah jadi gadis yang hampir balig.

Tuan Tirto sejak masih suka menampakkan diri di dunia jurnalistik, namanya bikin kagum untuk orang besar, kaum pemerintah yang suka main pat-pat gulipat. Sebab kalau beliau sudah mulai mau menggasak orang, kerasnya bukan patut, tetapi kalimat-kalimatnya dalam karangan yang tajam-tajam, susah hakim bisa mengikat, hal mana pada selidik saya. Walaupun zaman sekarang sudah banyak jurnalis yang gemblengan, en toch belum satu yang dapat memadai tentang kacerdikan beliau dalam jurnalistik; inipun bukan omong kosong lagi.

Zaman sekarang, banyak sekali jurnalis yang gagah berani, tetapi mudah dijebak, sedang jurnalis yang cerdik keberanian kurang. Tidak begitu tuan tirto, dua-duanya boleh ditiru. Sayang Tuan Tirto lantas meletakan kalamnya dan sekarang malah mengaso buat selama-lamanya. ***

Kabar Djawi Hisworo, 13 Desember 1918

Mas Marco Kartodikromo

Editor: Ken Supriyono

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x