Alasan Gayatri Menjadi Biksuni dan Menyerahkan Kekuasaan Majapahit ke Tribhuwana Tungga Dewi

21 Januari 2022, 07:00 WIB
Ilustrasi Raja Majapahit Tribhuana Tungga Dewi. /Dok. Dicto/

SERANG NEWS - Rajapatni Dyah Gayatri semestinya menjadi Raja Majapahit ketiga menggantikan Jayanegara.

Namun, Gayatri justru memilih menjadi biksuni dan menyerahkan tampuk kekuasaan Majapahit kepada putrinya, yakni Dyah Gitarja atau Tribhuwana Tungga Dewi.

Negarakertagama mengisahkan, setelah kematian Jayanegara, Dyah Gitarja menjadi penguasa Majapahit ke-3 dengan gelar Tribhuwana Wijaya Tungga Dewi.

Banyak yang menganggap, alasan Gayatri menyerahkan haknya atas tahta karena hendak meninggalkan keduniawian dan menjadi biksuni. Namun benarkah demikian?

Baca Juga: Siasat Politik Gayatri dan Gajah Mada dalam Misteri Skandal Pembunuhan Raja Majapahit Jayanegara

Dilansir SerangNews.com dari kanal YouTube Asisi, Kerajaan Singasari dan Majapahit dibangun oleh dua klan yang sama kuatnya, yakni Rajasa yang adalah keturunan Ken Arok dan Sinelir yang adalah keturunan Tunggul Ametung.

Ketika kedua klan ini memerintah berdampingan seperti pada masa zaman Ranggawuni dan Mahesa Cempaka terjadi kestabilan.

Namun, saat Raja Kertanegara dari klan Sinelir berambisi menyatukan Jawa dan Nusantara muncul rongrongan dari loyalis klan Rajasa.

Baca Juga: 5 Candi Peninggalan Kerajaan Majapahit, Salah Satunya Jadi Tempat Persinggahan Raja Hayam Wuruk

Salah satunya, Arya Wiraraja yang berperan besar menjatuhkan Singosari tetapi mau membantu pangeran dari klan Rajasa, yakni Diah Wijaya atau Raden Wijaya.

“Nah Gayatri sadar dirinya bukan dari klan Rajasa. Namun dalam diri putrinya, Tribuwana mengalir darah Sinelir dan juga Rajasa. Maka langkah Gayatri menyerahkan tahta kepada sang putri adalah keputusan politis yang membawa stabilitas bagi Majapahit,” papar channel tersebut.

Dijelaskan, situasi ini mirip dengan pernikahan lintas agama antara Pramodhawardhani dan Rakai Pikatan yang berhasil menyatukan Wangsa Syailendra dan Sanjaya pada masa Mataram kuno.

Selain itu, dengan duduknya Tribuwana sebagai Raja Majapahit, Gayatri dapat bermanuver dengan lebih leluasa dari balik layar.

Baca Juga: Terbunuhnya Jayakatwang dan Penobatan Raden Wijaya sebagai Raja Majapahit Pertama

“Prasasti Geneng II (1329 M) mencatat bahwa dalam menjalankan pemerintahan Tribwuana Tungga Dewi dipimpin dan diawasi langsung oleh Gayatri. Sementara tidak satupun sumber sejarah yang menyebutkan bahwa Jayanegara pernah mendapat perlakuan yang sama,” paparnya lebih lanjut.

Selain menjadikan Tribuana sebagai Raja, Gayatri juga yang mengusulkan Gajah Mada sebagai Mahapatih

Diketahui, Gajah Mada memulai karirnya di Majapahit sebagai bekel atau pemimpin pasukan elit penjaga raja.

Namun, karirnya melesat dengan cepat. Dari seorang Patih daerah, ia langsung menjadi di Mahapatih, perdana menteri. Sebuah jabatan yang vital karena berkuasa menjalankan roda pemerintahan atas amanat raja.

Baca Juga: Tragedi Terbunuhnya Raja Kertanegara dan Runtuhnya Kerajaan Singasari sampai Berdirinya Majapahit

Menurut Pararaton, Mpu Krewes, Mahapatih sebelumnya, hendak mengundurkan diri karena telah tua dan sakit-sakitan. Tetapi, Tribuwana tidak mengizinkannya karena Gajah Mada belum siap.

“Namun begitu Gajah Mada siap, suksesi terjadi dalam seketika. Seolah jabatan itu telah disiapkan untuk Gajah Mada,” ungkap Channel Asisi.

Saat dilantik pada 1334, Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang terkenal dengan sebutan Sumpah Palapa.

Dalam Pararaton dikisahkan, Gajah Mada bersumpah tidak akan menikmati makanan enak (rempah-rempah) sebelum berhasil menaklukkan wilayah kepulauan Nusantara di bawah Majapahit.

Baca Juga: Jarang Diketahui, Ini Sosok Laksamana Mpu Nala, Panglima Majapahit yang Setara Hebatnya dengan Gajah Mada

Pemerintahan Tribhuwana Tungga Dewi terkenal sebagai masa perluasan wilayah Majapahit ke segala arah sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa. Tahun 1343 Majapahit mengalahkan raja Kerajaan Pejeng (Bali), Dalem Bedahulu, dan kemudian seluruh Bali.

Tribhuwana Tungga Dewi diperkirakan turun tahta tahun 135, sesudah mengeluarkan prasasti Singasari.

Ia kemudian kembali menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Saptaprabhu, yaitu semacam dewan pertimbangan agung yang beranggotakan keluarga kerajaan.

Adapun yang menjadi Raja Majapahit selanjutnya adalah putra dari Tribhuwana Tungga Dewi sendiri, yaitu Hayam Wuruk.***

Editor: Ken Supriyono

Tags

Terkini

Terpopuler