Sosok Kiai Sahal dari Lopang Serang, Guru Pertama Syekh Nawawi Al Bantani

25 April 2021, 02:30 WIB
Makam Kiai Sahal Lopang Serang di TPU Lopang Cilik, Kota Serang. Sosok Kiai Sahal adalah guru pertama Syekh Nawawi Al Bantani. /Ken Supriyono/SerangNews.com/

SERANG NEWS - Buah karya Syekh Nawawi Al Bantani tak lepas dari garis keilmuan guru-gurunya atau yang dikenal sebagai sanad.

Inilah sosok Kiai Sahal dari Lopang Serang, Banten, yang tercatat sebagai guru pertama, yang meletakkan pondasi dasar keilmuan Syekh Nawawi Al Bantani.

Kedalaman ilmu Syekh Nawawi Al Bantani memang didapat dari proses pendakian panjang. Sekurang-kurangnya, sebelas ulama-ulama besar menjadi gurunya selama di Mekkah.

Tapi, jauh sebelum merintis jalan pemikiran di Tanah Suci, pengetahuan Syekh Nawawi Al Bantani kecil dibasuh ayahnya, Kiai Umar Ibn Arabi di kampung kelahiran di Tanara, Kabupaten Serang.

Baca Juga: Ada Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan, Ini Murid Syekh Nawawi Al Bantani dan Spirit Perjuangan dari Mekkah

Rujukan sang ayah, menapaki jalan Nawawi remaja kepada Kiai Sahal. Ulama masyhur, yang pada masanya bermukim di perkampungan Lopang, Serang. Bukti sohihnya, tertuang pada kitab Nashoihul Ibad (Nasehat penghuni Dunia) yang disusunnya sendiri.

Pengakuan itu pun dirujuk Profesor HM Tihami dan Mufti Ali dalam menyusun ‘Prospografi Syekh Nawawi (1813-1897)’: Biografi, Geneologi Intelektual dan Karya.

Ringkasnya, ulama masyhur penulis 40 kitab itu menulis, setelah belajar agama secukupnya kepada ayahanda, Nawawi beserta dua saudaranya, Tamim dan Ahmad menerima pengajian dari Kiai Sahal.

Karya monumental orientalis Belanda Snouck Horgronje berjudul Mekka in the Latter Part of Nineteenth Century, pun berkali-kali menyebut Kiai Sahal sebagai guru Syekh Nawawi dan saudara-saudaranya.

Baca Juga: Hikmah Ramadhan 11: Keutamaan Sholat Malam dan Menjelang Subuh dalam Kitab Al Hikam Syekh Ibn Atha’illah

Hampir setiap santri Banten masa itu, selalu diajak orangtuanya mendalami dasar-dasar keislaman ke ulama besar yang bermukim di Lopang ini.

Karya intelektual dalam tulisan Kiai Sahal memang tidak banyak dikenal masyarakat pesantren. Namun, jejak pengetahuan Kiai Sahal mewariskan khasanah intelektual kepada para muridnya.

Napak tilas warisannya pun dikenang dan mengakar kuat pada tradisi masyarakat pesantren salafiah.

Kurikulum pesantren salafiah sejak 1850 sampai pertengahan abad ke-19 tak banyak perubahan. Baik karya yang dikaji, metode hingga model pengajarannya. “Metode itu turun temurun tidak tergantikan,” kata Ketua Majelis Pesantren Salafiah Banten Matin Sarkowi.

Matin lantas mengenang seminar pemikiran Syekh Nawawi pada tahun 1990 di Serang. Saat itu, Abdurahman Wahid atau Gusdur dan Prof Tihami menjadi penyajinya.

Baca Juga: Hikmah Ramadhan 12: Puasa sebagai Psikoterapi Jiwa ala Psikologi Nabi Muhammad SAW

“Gusdur bilang, pesantren se-Nusantara tidak lepas dari Syekh Nawawi Tanara,” katanya.

“Dengan menyebut Syekh Nawawi, maka harus menyebut guru-gurunya, termasuk Kiai Sahal. Dan bagi yang mendalami ilmu di pesantren salafiah, pasti mengenal Kiai Sahal,” sambung pengasuh Pesantren Al-Fhataniyah Kota Serang ini.

Pada laporan Bupati Lebak 1886 F Soerataningrat tentang kurikulum, menunjukan bukti dua metode pengajaran pesantren. Pada level awam, pengajarannya melalui alif-alifan, tuturutan, dan kur’an.

Sedangkan, level lanjutan, terdiri atas kitab sittin, tasrifah, amil jurumiah, dan sarah sittin.

Laporan yang dirujuk Mufti Ali dalam menulis biografi ulama Banten itu, juga mengungkap ulama-ulama kondang Lebak pada masanya yang mendaras kepada Kiai Sahal.

Mereka adalah, Kiai Samaun dari Desa Montare, Rangkasbitung, KH M Shaleh dari Desa Kumpay Rangkasbitung, dan KH Marjasdi yang tinggal di Desa Kancang Kulon, Rangkasbitung.

Baca Juga: Syekh Nawawi Al Bantani, Guru dan Karya 'Kitab' Bidang Tauhid, Fiqih, Tasawuf, Bahasa, Hadist dan Sejarah

“Bukti itu menguatkan popularitas Kiai Sahal di kalangan para santri dan ulama di Banten,” kata Mufti.

Berjalannya waktu, pondok pengajian sekaligus tempat tinggal Kiai Sahal berkembang menjadi perkampungan. Sayangnya, jejak artefak sang peletak dasar keilmuan Nawawi tak meninggalkan bekas fisik.

Perkampungan yang namanya merujuk pada banyaknya pohon bernama Lopang itu, kini dikenal sebagai Kelurahan Lopang, Kecamatan Serang, Kota Serang. Kelurahan padat penduduk yang terbagi atas Lingkungan Lopang Cilik dan Lopang Gede.

Berderat rumah penduduk menutup akses pemandangan mata dari Jalan Raya Banten, Kota Serang.

Hanya saja, memori kolektif masyarakat kepada sang Kiai masih menyemai. Nama Kiai Sahal pun diabadikan sebagai nama jalan pada Lingkungan Lopang Cilik. Penamaan atas pengakuan sekaligus penghormatan masyarakat.

Terlebih, hampir separo warganya masih memiliki garis genetik dari Kiai Sahal.

Tepat di ujung masuk jalan lingkungan, membentang Tempat Pemakaman Umum (TPU), yang juga menjadi tempat Kiai Sahal dikebumikan.

Baca Juga: Manfaatkan Platform Medsos, Perpustakaan Banten Ajak Ngabuburit Puasa Ramadhan sambil Ngobrol Buku

“Betul makam Kiai Sahal, yang ahli kitab,” ujar Achmad Agus Chaerudin,penjaga makam TPU Lopang Cilik, Kota Serang.

Makam yang berada di tepi aliran Sungai Cibanten, terlihat biasa. Tak jauh beda dengan makam-makam lain di TPU itu.

Hanya saja, terdapat pembatas lantai berupa plesteran semen dan keramik putih seluas 8x5 meter persegi mengitarinya.

Makam juga ditandai batu nisan setinggi 60 centimeter, dan terbungkus kain kaffan putih lusuh. Tak ada atap penutup makam. Namun terasa teduh dengan pepohonan poksor rindang mengitarinya.

Selesai bebersih makam, Agus mengajak berjumpa dengan Ahmad Mamlukad dan Fahru Rozi.

“Sebelum dinamai jalan Kiai Sahal, di sini dikenal jalan Sultan,” kata Rozi di rumahnya yang jaraknya tak lebih seratus langkah dari TPU.

Keduanya mengaku masih memiliki garis silsilah keturunan dari Kiai Sahal. Sama dengan sebagian besar warga di Lingkungan Lopang Cilik hingga wilayah Ki Demang, Kelurahan Unyur.

Kiai Sahal dikenal sebagai salah satu keturunan Ki Khorom bin Cili Kored, putra Raden Kasep bin Kanyep dari Kerajaan Demak. Keberadaan Cili Kored di Kesultanan Banten dalam rangka membantu perjuangan Sultan Hasanuddin melepaskan diri dari kungkungan Kerajaan Padjajaran.

Menurut Mufti Ali, Cili Kored kemungkinan besar sebagai prajurit yang diutus Kerajaan Demak membantu perjuangan Sultan Hasanuddin, yang mendapat titah dari Sunan Gunung Jati, Cirebon. Masa itu, Cirebon bagian dari Kerajaan Demak.

“Selain mengislamkan Kadipaten Banten, kemungkinan lainnya, sebagai ulama yang diutus kerajaan Demak membantu perjuangan Hasanuddin,” kata Doktor Lulusan Leiden University Belanda ini.*** 

Editor: Ken Supriyono

Tags

Terkini

Terpopuler