Penasaran Perbedaan antara Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar? Simak Penjelasan Berikut

- 9 Mei 2022, 18:47 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir saat disematkan sebagai Dulur Baduy oleh Jaro Masyarakat Baduy.
Menteri BUMN Erick Thohir saat disematkan sebagai Dulur Baduy oleh Jaro Masyarakat Baduy. /SerangNews.com/

SERANG NEWS - Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku, budaya dan adat istiadat.

Salah satu yang menarik untuk dibahas yakni suku yang ada di Provinsi Banten, yaitu suku Baduy.

Suku baduy terbagi menjadi dua golongan yang disebut dengan Baduy Luar dan Baduy Dalam.

Baca Juga: 5 Permainan Tradisional yang Mulai Ditinggalkan padahal Banyak Manfaat, Yuk Ajak si Kecil Bermain

Sejarah nama Baduy sendiri diambil dari sebutan peneliti bangsa Belanda, yang menyamakan kesamaan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang suka berpindah-pindah tempat.

Suku ini terletak di wilayah desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.

Berikut beberapa perbedaan di antara keduanya:

1. ​​​​​Baduy Dalam

Masyarakat Baduy dalam biasa disebut 'urang dangka'. Masyarakat urang dangka masih kental dengan aturan-aturan adatnya.

Baca Juga: Mengenal Tradisi Unik Munggahan di Masyarakat Serang Banten untuk Sambut Ramadhan

Peraturan adatnya memegang kuat konsep pikukuh (aturan adat yang isi terpentingnya mengatur keapadaan).

Secara mutlak masyarakat urang dangka dalam kesehariannya masih menjaga dan melestarikan tradisi nenek moyangnya dengan baik.

Mereka memegang kepercayaan Sunda Wiwitan, istilah ini sering dikenal dengan kepercayaan animisme dan dinamisme.

Artinya, masyarakat di sana mempercayai kekuatan alam dan arwah leluhur, mereka masih menggantungkan kelangsungan hidup nya pada alam.

Baca Juga: Aksi Rara Istiati di MotoGP Mandalika Jadi Sorotan Dunia, Begini Tradisi Pawang Hujan di Lombok, Jawa, Bali

Masyarakat urang dangka dilarang keras menebang pohon sembarangan karena alam adalah sesuatu yang dianggap sakral bagi mereka.

Masyarakatnya menjunjung tinggi ajaran para leluhurnya, pakaian adat atau baju keseharian tersirat dalam balutan warna putih yang mendominasi.

Simbol dari pakaian yang dikenakan yaitu warna putih melambangkan kesucian budaya yang tidak terpengaruh oleh kebudayaan dari luar.

Masyarakat urang dangka menolak berbagai kemajuan zaman, salah satunya suku ini menutup diri dari dunia luar.

Baca Juga: Pawang Hujan di MotoGP Mandalika Viral, Begini Sejarahnya dalam Tradisi Nyarang Hujan di Indonesia

Bahkan tidak boleh ada teknologi atau penggunaan alat elektronik yang boleh masuk di wilayah pedalamannya. Karena itu akan melanggar peraturan adat masyarakat urang dangka.

Sebagian besar mata pencahariannya adalah bertani dan bercocok tanam di ladang.
Kopi, padi, dan umbi-umbian menjadi komoditas yang biasa ditanam masyarakat urang dangka.

Hasil panen mereka digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Suku pedalaman atau urang dangka memiliki tiga kampung yakni Cikeusik, Cikertawana dan Cibeo.

Suku Baduy dalam berjumlah kurang lebih ratusan jiwa.

Baca Juga: Alasan Banten Masukan Tanah Baduy dan Surosowan serta Air Tirtayasa di Prosesi Kendi IKN Nusantara

Suku pedalaman atau urang dangka dipimpin oleh seorang Pu'un sebutan atau panggilan kepala adat di suku pedalaman urang dangka.

Peran seorang Pu'un sangat penting untuk menjalankan sistem keberlangsungan masyarakatnya dan untuk mengatur masyarakatnya, seorang Pu'un tidak bekerja sendirian, melainkan dibantu oleh jora.

Jora adalah sebutan atau panggilan wakil kepala adat di suku pedalaman. Barangsiapa ada yang melanggar aturan adatnya, maka akan dikenakan hukum adat.

Tidak sedikit masyarakatnya yang melanggar aturan yang kemudian diusir dari pedalaman. Orang yang diusir dari pedalaman, kemudian mendirikan pemukiman yang disebut Baduy Luar.

Baca Juga: Wagub Banten Bawa Tanah dari Wiwitan Baduy dan Surosowan serta Air Tirtayasa untuk Ditanam di IKN

2. ​Baduy Luar

Golongan Baduy Luar biasa di sebut urang penamping. Perbedaan yang sangat mencolok dari urang penaming dan pedalaman adalah dari segi peraturan adatnya.

Suku pedalaman masih menjalankan dan mematuhi aturan konsep pikukuh adatnya, tidak memperbolehkan kemajuan zaman seperti teknologi dan elektronik masuk ke wilayahnya.

Berbeda dengan masyarakat urang penaming (Baduy Luar). Masyarakat urang penaming sudah terkontaminasi oleh pengaruh budaya dari luar.

Baca Juga: Nyepi dan Asal-usul Pawai Ogoh-ogoh dari Kisah Ramayana dalam Kepercayaan Umat Hindu

Ketua adat suku ini memperbolehkan teknologi dan elektronik masuk ke permukimannya walaupun sesuai pantangan adat yang berlaku mereka tidak boleh menggunakannya.

Bahkan mereka menolak penggunaan listrik di permukimanya dan penggunaan alat transportasi apapun dan hanya berjalan kaki saat mereka bepergian.

Saat berpergian pun dia tidak memakai alas kaki dan tidak bepergian lebih dari 7 hari ke luar baduy.

Ketua adat di sana dipanggil Jaro. Selain itu perbedaan yang sangat mencolok dari masyarakat penaming adalah dari pakaiannya.
Pakaian suku ini umumnya memakai baju serba hitam, atau biru tua saat melakukan aktivasnya.

Baca Juga: Umat Hindu Bali kembali Gelar Pawai Ogoh-ogoh Jelang Hari Nyepi setelah Dua Tahun Pandemi

Pakaian hitam menggambarkan bahwa mereka sudah tidak suci lagi karena sudah melanggar aturan-aturan adat para leluhurnya.

Suku ini tersebar luas kurang lebih 50 kampung yang berada di bukit-bukit gunung kendeng.

Untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papannya, orang Baduy Luar biasa menenun dan bercocok tanam untuk kelangsungan hidupnya.***

Editor: Masykur Ridlo

Sumber: Dispar Banten


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah