Sejarah Asal Usul Bahasa Sunda, Benarkan Bahasa Sunda Banten Lebih Kasar daripada Jawa Barat?

- 20 Januari 2022, 15:21 WIB
Prasasti Sanghyang Tapak. Salah satu bukti sejarah yang menjelaskan Bahasa Sunda di masa Kerajaan Sunda.
Prasasti Sanghyang Tapak. Salah satu bukti sejarah yang menjelaskan Bahasa Sunda di masa Kerajaan Sunda. /Dok. Kemendikbud/

SERANG NEWS – Bahasa Sunda menjadi bahasa yang umum digunakan masyarakat Tatar Sunda yang mendiami di wilayah Provinsi Jawa Barat dan sebagian Banten.

Banyak yang menyebut, bahasa Sunda Banten lebih kasar daripada yang digunakan di wilayah Jawa Barat. Benarkah demikian?

Tidak diketahui pasti kapan bahasa Sunda mulai dipergunakan dan menjadi keperluan komunikasi sehari-hari dalam kehidupan masyarakat Sunda.

Namun, dalam prasasti Kawali Ciamis ditemukan tulisan dengan menggunakan aksara dan bahasa Sunda kuno. Diperkirakan prasasti itu ada beberapa buah dan dibuat pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana (1397-1475).

Baca Juga: Selain Bahasa Sunda, Ini Ragam Bahasa Daerah yang Digunakan Masyarakat Banten dalam Sehari-hari

Konon, bahasa Sunda telah digunakan secara lisan oleh masyarakat Sunda jauh sebelum masa itu.

Bukti tertulisnya banyak dijumpai lebih luas dalam bentuk naskah, yang ditulis pada daun (lontar, enau, kelapa, nipah) yang berasal dari zaman abad ke-15 sampai dengan 18.

Selain di Jawa Barat, melansir buku ‘Sejarah Banten: Membangun Tradisi dan Peradaban’ yang ditulis Prof Nina H Lubis dan tim, dijelaskan bahwa bahasa Sunda adalah bahasa yang dipakai oleh masyarakat Banten di bagian selatan.

Menurutnya, bahasa Sunda awalnya digunakan oleh masyarakat Tatar Sunda bersifat egaliter.

Baca Juga: Arteria Dahlan Persoalkan Kajati Pakai Bahasa Sunda di Rapat, Ridwan Kamil Desak Minta Maaf

“Artinya dalam bahasa ini (bahasa Sunda-red) tidak dikenal adanya undak-usuk basa (tingkatan-tingkatan bahasa-red),” kata Nina dilansir SerangNews.com dalam buku yang dicetak pada 2014.

Hal itu, lanjut paparan tersebut, dapat dibaca dalam beberapa naskah yang berasal dari masa Kerajaan Sunda abad ke-16 masehi, yaitu Sangyang Siksakandang (1518) dan Carita Parahyangan (sekitar 1580).

Ketika Mataram berkuasa di daerah Priangan, jelas Nina, bahasa yang dipergunakan dalam administrasi pemerintahan adalah bahasa Jawa. Bahasa Jawa sendiri merupakan bahasa Nusantara yang memiliki tingkatan-tingkatan, bahasa halus, sedang dan kasar.

Dalam perkembangannnya bahasa Jawa menjadi bahasa yang wajib dikuasai. Bahkan, disebut Nina, penguasaan bahasa ini menjadi salah satu ukuran kebangsawanan seorang elit politik.

Baca Juga: Hebat, Ini Alasan, Kerajaan Sunda jadi Wilayah yang Tidak Pernah Ditaklukan Majapahit

Kencederungan ini tampak jelas dalam surat-surat pribadi, karya sastra, atau karya “sastra sejarah yang ditulis oleh elit politik di Tatar Sunda. Misalnya, babad, wawancara, sejarah dan sebagainya,” papar Nina mencontohkan.

Setelah pengaruh budaya Jawa masuk ke dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Sunda, lanjut Nina, bahasa Sunda yang dipakai dalam pergaulan maupun dalam bahasa tulisan, diatur oleh undak-usuk basa.

“Pemaikaian iundak-usuk basa ini dibedakan oleh status sosial, umur, dan hubungan kekerabatan,” ujarnya.

Bahasa yang halus sekali dipergunakan kaum menak luhur (bangsawan tinggi) kepada para pejabat Belanda.

Baca Juga: 10 Kerajaan Terbesar dan Paling Berpengaruh di Nusantara, dari Majapahit hingga Kesultanan Banten

Bahasa halus atau sedang dipergunakan sesame kaum menak atau kepada keluarga sendiri.

Bahasa sedang dipergunakan juga dalam pertemuan-pertemuan yang sifatnya umum dan pendengarnya beragam status dan umur.

Kemudian, bahasa kasar dipergunakan kepada pelayan. Sedangkan bahasa kasar sekali dipergunakan untuk caci maki orang lain.

Baca Juga: Selain Sultan Abul Mafakhir, Ini Hikayat dan Daftar Raja-raja Kesultanan Banten

Dalam perkembangannya, bahasa Sunda di Banten banyak yang menilai kasar. Apalagi dibandingkan dengan wilayah Jawa Barat.

Padahal, bahasa Sunda di Banten bukan kasar. Namun, tetap dengan sifat egaliternya sebagaimana sebelum Priangan dipengaruhi budaya Mataram.

Menurut Nina Lubis, Bahasa Sunda di Banten ternyata tidak mengalami feodalisasi dalam bentuk tingkatan bahasa. Hal ini karena Banten tidak pernah dipengaruhi oleh Mataram secara langsung.

“Itulah sebabnya hingga sekarang bahasa Sunda di Banten bersifat egaliter,” papar Nina Lubis lebih lanjut.***

Editor: Ken Supriyono

Sumber: Buku


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x