Profil Sayuti Melik, Sosok Wartawan Pejuang yang Mengetik Teks Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

- 10 Agustus 2021, 16:16 WIB
Profil Sayuti Melik, Wartawan yang menjadi juru ketik naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Profil Sayuti Melik, Wartawan yang menjadi juru ketik naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. /Instagram.com/aliapewe

SERANG NEWS - Nama Sayuti Melik dikenang bangsa Indonesia karena peran pentingnya dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia.

Pemilik nama lengkap Mohamad Ibnu Sayuti ini dikenal sebagai sosok yang mengetik teks naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang disusun oleh Soekarno, Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo.

Sayuti Melik menjadi orang yang ditunjuk sebagai pengetik teks naslah Proklamasi karena ia adalah seorang aktivis pejuang sekaligus wartawan yang saat itu menjabat sebagai Pemimpin Redaksi surat kabar.

Selain dirinya yang menjadi wartawan sekaligus aktivis, istriya Soerastri Karma Trimurti, juga seorang wartawati dan aktivis perempuan di zaman pergerakan dan zaman setelah kemerdekaan.

Baca Juga: Daftar Pembahasan dalam Dokumen Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI Kemerdekaan Indonesia

Sayuti Melik dilahirkan Sleman, Yogyakarta pada 22 November 1908 dari pasangan Abdul Muin alias Partoprawito dan Sumilah.

Semangat nasionalismenya sudah tumbuh sejak kecil ketika melihat langsung ayahnya melakukan perlawanan terhadap kebijakan Belanda, yang menggunakan sawah keluarganya untuk ditanami tembakau.

Setelah beranjak remaja, Sayuti mendalami makna nasionalisme dari gurunya yang berkebangsaan Belanda H.A Zurink. Di saat usianya masih belasan, jiwa nasionalisme semakin berkobar setelah bersinggungan langsung dengan salah satu pergerakan di Kauman, Solo, yakni Haji Mischbah.

Kepadanya ia belajar tentang Marxisme dan Islam bergerak yang menjadi salah satu bacaan kaum pergerakan pada zamannya. Dalam perjalanannya, Sayuti Melik pun mulai perkenalan peramanya dengan Seokarno atau Bung Karno di Bandung pada 1926.

Baca Juga: Kumpulan Link Download Twibbon HUT RI Ke-76, Meriahkan Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2021

Sebagai seorang wartawan, Sayuti Melik bangsa menuliskan pandangan-pandangan politiknya mengenai kondisi saat itu. Tulisannya yang kritis dan tajam membuat Pemerintah Hindia Belanda geram. Ia akhirnya ditangkap dan ditahan berkali-kali.

Puncaknya pada 1926, ketika ia dituduh Belanda membantu PKI dan harus dibuang ke Voven Digul pada 1927-1933.

Tak hanya Belanda yang pernah menangkapnya, Sayuti Melik pada 1933 juga ditangkap Inggris dan dipenjara di Singapura selama satu tahun.

Setelah diusir dari wilayah Inggris, ia kembali ditangkap oleh Belanda dan dibwa ke Jakarta dan dimasukannn ke sel di Gang Tengah pada 1937-1938.

Sepulang dari pembuangan, Sayuti bertemu dengan S.K Trimurti dan terlibat pada kegiatan pergerakan bersama. Akhirnya, pada 19 Juli 1938, mereka menikah.

Baca Juga: Masa Pembuangan dan Akhir Kisah 'Jalan Sunyi' Bapak Pers Indonesia Tirto Adhi Soerjo

Pada tahun yang sama, Sayuti bersama istrinya endirikan Koran Pesat di Semarang yang terbit tiga kali seminggu dengan tiras 2 ribu ekslempar. Karena penghasilannya masih kecil, pasangan suami-istri itu terpaksa melakukan berbagai pekerjaan, dari redaksi hingga urusan percetakan, dari distribusi dan penjualan hingga langganan.

Trimurti dan Sayuti Melik bergiliran masuk keluar penjara akibat tulisan mereka mengkritik tajam pemerintah Hindia Belanda. Sayuti sebagai bekas tahanan politik yang dibuang ke Boven Digul selalu dimata-matai dinas intel Belanda (PID).

Pada zaman pendudukan Jepang, Maret 1942 Koran Pesat diberedel Japan, Trimurti ditangkap Kempetai, Jepang juga mencurigai Sayuti sebagai orang komunis.

Baca Juga: Teks Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Versi Asli yang Disusun Soekarno, Hatta dan Soebardjo

Pada 9 Maret 1943, diresmikan berdirinya Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dipimpin ‘Empat Sekawan’ Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Kiai Mas Mansoer.

Saat itu Soekarno meminta pemerintah Jepang membebaskan Trimurti, lalu membawanya ke Jakarta untuk bekerja di Putera, dan kemudian di Djawa Hookoo Kai, Himpunan Kebaktian Rakyat Seluruh Jawa. Lalu Trimurti dan Sayuti Melik dapat hidup relatif tenteram. Sayuti terus berada di sisi Bung Karno.

Saat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dibentuk 7 Agustus 1945 dan diketuai oleh Ir. Soekarno, ia menggantikan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dibubarkan cepat.

Baca Juga: Bangsa Indonesia Harus Tahu, Ini Deretan Peristiwa Penting Menjelang Proklamasi Kemerdekaan

Anggota awalnya adalah 21 orang. Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 orang termasuk didalamnya Sayuti Melik.

Profil singkat Sayuti Melik

Nama Lengkap: Mohamad Ibnu Sayuti atau Sayuti Melik
Tempat Tanggal Lahir: Sleman, Yogyakarta, 22 November 1908
Kebangsaan: Indonesia
Pasangan: S. K. Trimurti
Anak: Moesafir Karna Boediman
Profesi: Wartawan

Baca Juga: Ki Hajar Dewantara, Kilas Balik Sejarah Hari Pendidikan Nasional dan Taman Siswa Yogyakarta Bagian 2

Sayuti Melik termasuk dalam kelompok Menteng 31, yang berperan dalam penculikan Sukarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945. Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana, bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, membawa Soekarno dan Hatta, ke Rengasdengklok. Tujuannya adalah mereka tidak terpengaruh oleh Jepang.

Mereka meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Achmad Soebardjo melakukan perundingan.

Achmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.

Sesampainya di Jakarta, konsep naskah proklamasi disusun oleh Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad Subardjo di rumah Laksamana Muda Maeda.

Wakil para pemuda, Sukarni dan Sayuti Melik, masing-masing sebagai pembantu Bung Hatta dan Bung Karno, ikut menyaksikan peristiwa tersebut.

Setelah selesai, dini hari 17 Agustus 1945, konsep naskah proklamasi itu dibacakan di hadapan para hadirin. Namun, para pemuda menolaknya. Naskah Proklamasi itu dianggap seperti dibuat oleh Jepang.

Dalam suasana tegang itu, Sayuti memberi gagasan, yakni agar Teks Proklamasi ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta saja, atas nama bangsa Indonesia.

Usulnya diterima dan Bung Karno pun segera memerintahkan Sayuti untuk mengetiknya. Ia mengubah kalimat ‘Wakil-wakil bangsa Indonesia’ menjadi ‘Atas nama bangsa Indonesia’.***

Editor: Ken Supriyono

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x