Gadis Anggun yang Terluka

25 Oktober 2020, 06:00 WIB
Ilustrasi /Pexel.com

Oleh: Fataty

 


SERANGNEWS.COM - Sore itu suasana sebuah mall terlihat cukup ramai. Aldi terlihat santai bersandar di pinggir pagar kaca,  di lantai tiga Central Mall. Tatapannya tidak bisa berpaling pada arena Ice Skating. Dilihatnya seorang gadis yang cukup lihai meluncurkan kakinya, berputar-putar meluncur dengan anggunnya.

Bukan. Aldi bukan terkagum-kagum dengan kelihaiannya. Ia terpana dengan kecantikannya. Ini kali ketiganya bertemu. Hanya menatap, terpana, terpesona. Tanpa mengetahui siapa dia, tanpa pula mendekatinya, tanpa tahu siapa namanya.

Setiap kali bertemu, ia selalu merasakan ada getaran indah yang menjalar diseluruh aliran darahnya. “Tak pernah aku melihat indahnya ciptaan Tuhan, bergerak-gerak dengan keanggunan siluetnya. Bayangannya saja sudah cukup menyitaku,” gumam Aldi sendiri.

***

Aldi tak ingin menyimpan kekaguman ini sendirian. Diajaknya Surya, teman akrabnya yang memiliki sikap lebih ekspresif timbang dirinya.

“Beneran sob, ini gadis enggak sembarangan. Ibarat mutiara dilindungi cangkang yang kuat di dasar laut. Ibarat permata di kedalaman lapisan bumi. Ibarat bunga ditepian jurang. menggoda, mempesona, tapi tidak terjangkau.”

Baca Juga: Keindahan Wisata Pulau Tunda di Banten Bikin Presiden Soeharto Kepincut Berkunjung

Dua pemuda ini menempati titik yang sama. Di tepi pagar kaca lantai tiga Central Mall. Ini kali ke empat. Dan, Aldi tak sendirian. Ia ingin membagi keterpesonaannya.

“Sebentar lagi sob. Dia akan nampak, dan meluncur dengan anggunnya,” ucap Aldi dengan matanya yang terus mengarah ke tempat biasana di Gadis yang ditunggunya muncul.

Benar saja, tak lama kemudian, Si gadis Anggun itu muncul. Ia memakai sweater ungu, rok pendek dan celana Legging. Dan. syal pink yang bergerak melambai-lambai.

“Waah! seleramu oke juga, sob. Tapi, apa artinya jika kau hanya bisa memandangnya saja. Apa kenikmatannya jika ia hanya bisa ditatap di kejauhan. Tidakkah kau ingin berkenalan dengannya? Hanya sekadar menyapa? Mengetahui namanya? Mengetahui alamat rumahnya?” Surya memberondong banyak pertanyaan.

Aldi hanya terpaku nyaris putus asa.

“Iya juga sih. Siapa juga yang tidak mau berkenalan dengannya. Tapi, gimana caranya?” tanya Aldi.

Surya tersenyum simpul. Ia paham sahabatnya memang tipikal orang pendiam, pemikir, dan pandai menyembunyikan perasaan. Hanya, baru kali ini dia mengungkapkan perasaannya. “Ini sungguh langka,” batin Surya.

Baca Juga: Nathania Luvena, Penulis Berusia 17 Tahun asal Banten yang Berhasil Menulis 15 Buku

Aldi yang pendiam, pemikir, pekerja keras, harus kalut dan bingung lantaran terkagum-kagum dengan seorang cewek.

“Gini, Al. Kita lihat setelah dia main Ice Skating, dia kemana. Kita ikuti dia,” usul Surya.

“Lalu, apa yang kita lakukan?” balik Aldi bertanya.

“Ya kita sapa dia. Kita ajak dia bicara.”

“Kalo dia menolak, bagaimana?” Aldi pesimistis.

“Kita coba dulu, nanti aku temenin, biar kamu gak canggung.” ujar Surya menenangkan sahabatnya.

***

Tak berapa lama kemudian, Si Gadis Anggun sudah berganti kostum. Ia terlihat lebih elegan dengan celana jeans dan kaos sederhananya. Wajahnya yang putih bersih, bibir di poles lipstik warna peach tak begitu menyala, tapi cukup serasi.

Ia berjalan ditemani seorang wanita, tak kalah cantik. Mungkin mamanya. Tangannya menggandeng erat lengan si gadis. Seperti induk ayam melindungi anak-anaknya agar tak diganggu. Dan Si Gadis Anggun itu, ia laksana permata. Terus berjalan, pandangannya lurus tidak beredar kemana-mana.

Makhluk indah itu berlalu. Keduanya tak mampu berkata apa-apa.

Tapi, Si Gadis dan mamanya ternyata tidak berlalu. Keduanya masuk disebuah caffe. Si Gadis duduk sendirian sambil mengutak-atik smartphone. Sementara mamanya, beranjak memesan minuman.

“Al, ini kesempatan. Kita kan tidak bermaksud jahat. Cuma ingin mengenalnya. Yuk kita ke cafe sana. Kita dekati dia,” ajak Suryo bersemangat.

Segera saja dua laki-laki muda ini mengambil tempat duduk. Tak jauh dari Si Gadis Anggun.

Aldi salah tingkah sendiri. Sementara itu Suryo memesan minuman.

Sungguh pandangan Aldi tak bisa lepas. Untuk menyamarkan gerak-geriknya, ia membaca sebuah buku sesekali memencet layar HP. Sekadar pengalih perhatian. Sementara, matanya sejatinya hanya pada dia, Si Gadis Anggun.

Si Gadis mulai mengedarkan pandangan. Lalu matanya beradu dengan dengan kedua mata Aldi. Tap!

Waktu seakan berhenti dan semua seakan berhenti bergerak. Hanya dua manusia ini yang saling memandang. Entah berapa detik. Tapi cukup membuat Aldi bergetar. Dan si Gadis, ia menganggukkan kepala dan tersenyum padanya.

“Senyum itu, ya Tuhan.” Bagi Aldi laksana cairan salju di padang pasir. Memberi seribu kesejukan taman-taman surga. Laksana melayang di Nirwana.

Terlihat Surya datang dan mendekati Aldi.

“Bagaimana? Kamu sudah menyapanya?”

“Belum. Kami cuma saling melihat dia tersenyum kepadaku,” jawab Aldi setengah ragu.

Ia hanya menyimpulkan sendiri. Bisa jadi dia GR. Tapi biarlah. Anggap saja begitu.

Mata Surya terbelalak. “Waah. Ini kesempatan Al. Itu tandanya ia membuka diri. Dia mau berkenalan denganmu.”

Surya segera bertindak. Spontan ia mengajak Aldi berdiri, berpindah tempat  duduk satu meja dengan Si Gadis yang masih duduk sendirian . Dan entah, mamanya ada di mana.

“Boleh kami duduk di sini ?” tanya Suryo santun.

Si Gadis hanya mengangguk. Dan, duduklah mereka bertiga di satu meja.

“Mbak aslinya mana?” tanya Surya membuka perbincangan.

Si Gadis tersenyum kecil tak menjawab. Ia hanya menatap sayu dan tetap menahan bibirnya dalam bentuk senyum.

“Oke deh. Saya perkenalkan diri, ya mbak. Kami berdua ini asli Sumatera, tepatnya Palembang. Merantau ke Jakarta ini karena diterima di sebuah Universitas. Perkenalkan, saya Surya, dan ini teman saya, Aldi.”

Si Gadis menyimak. Mengerjap mata beningnya. Sambil mengangguk dan terus menyimak.

“Sebenarnya temanku Aldi ini sudah lama melihat Mbak. Di arena Ice Skating itu. Cuma, belum berani kenalan sama Mbak.”

Si Gadis memalingkan muka ke arah Aldi dengan ekspresi muka seakan bicara. “Oh, ya?”

Aldi tersenyum. Inilah senyuman paling membahagiakan. Ia bisa dekat, menatap dan berkenalan dengan gadis pujaannya. Sementara itu, ia biarkan Suryo menjalankan perannya.

Gadis ini hanya tersenyum saja. Sampai datang Mamanya membawa minuman dan kudapan di tangannya.

Melihat dua pemuda yang mendekati anaknya, wanita cantik ini tersenyum. “Wah, wahh. Hari ini Anggi sudah dapat teman baru, ya.”

“Oh! namanya Anggi. Seanggun orangmya.” batin Aldi.

“Mas-nya dari mana?” tanya Mamah Anggi ramah.

“Kami jalan-jalan tante dan pengen kenalan sama putri tante. Kami asli Palembang dan kuliah di Jakarta ini.” Lagi-lagi Surya yang menjawab. Memang Surya yang mudah membuka perbincangan dan mencairkan suasana.

Mamahnya Anggi semakin ramah. Tak seperti Anggi yang pendiam, dan senyum-senyum saja.

“Jadi sudah berapa lama di Jakarta?”

“Kira-kira sudah dua tahun, tante,” jawab Surya.

Tiba-tiba saja. Mama Anggi menatap jam tangannya. Terlihat seperti buru-buru. Dengan isyarat, tangannya pada Anggi seperti mengajak pergi.

Surya dan Aldi menatap janggal.

Dan suara dari bibir Anggi terdengar. “Bubabuu tatu tatuu biubuu...” Anggi berbicara dengan Mamanya .

Surya dan Aldi tertegun. Tanpa bicara. Keduanya saling tatap, setelah melihat Anggi mengeluarkan kata-kata yang tidak bisa dipahami.

Surya mendadak berubah sikah. Ia pun segera mengajak Aldi pergi. Menarik tangannya pergi, segera sejauh-jauhnya. Aldi yang diseret Surya hanya menatap Anggi yang terdiam dan semakin jauh dari pandangannya.

Sementara itu, Si Gadis Anggun itu, ia terkulai. Luka! ***

 

Fataty - Guru di MAN 2 Mojokerto.

 

Editor: Ken Supriyono

Tags

Terkini

Terpopuler