Maka, ada yang menyebut wayang berasal dari kata “Ma Hyang” yang artinya roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa.
Ada pula yang menyebut dengan arti bayangan. Ini mengacu pertunjukan wayang kulit di Jawa, yang hanya dilihat bentuk bayangannya.
Seturut pembabakan wayang dimulai dari cerita si Galigi mawayang. Galigi yang dimaksud adalah seorang dalang dalam pertunjukan wayang kulit.
Ini sesuai kitab Kakawin Arjunawiwaha, buatan Empu Kanwa, pada 1035. Kitab tersebut menyebut, sosok si Galigi adalah seorang yang cepat, dan hanya berjarak satu wayang dari Jagatkarana, atau dalang terbesar hanyalah berjarak satu layar dari kita.
Kemudian, ada naskah Bhoma Kawya dan Bharatayuddha melengkapi penggambaran tentang bagaimana pertunjukkan wayang kulit dimainkan waktu itu. Dimulai dengan wayang purwa, yang pertama kali dimiliki oleh Sri Jayabaya (Raja Kediri tahun 939 M).
Wayang purwa kemudian dikembangkan oleh Raden Panji di Jenggala pada 1223 M. Lalu, pada 1283 M Raden Jaka Susuruh menciptakan wayang dari kertas.
Wayang hasil ciptaan Raden Jaka ini yang dikenal dengan wayang beber. Semakin lama, Sangging Prabangkara pada tahun 1301 M mengembangkan karakter wayang beber sesuai dengan adegannya.
Wayang terus mengalami perkembangan. Cerita-cerita yang dimainkan juga kian berkembang. Kisah Mahabrata dan Ramayana menjadi dua contoh kisah yang menjadi favorit.