Nyepi dan Asal-usul Pawai Ogoh-ogoh dari Kisah Ramayana dalam Kepercayaan Umat Hindu

4 Maret 2022, 10:36 WIB
Sejarah dan penjelasan tradisi Ogoh-ogoh yang biasanya digelar sehari jelang Nyepi. /Antara Foto/Budi Candra/

SERANG NEWS – Pawai Ogoh-ogoh yang biasanya digelar sehari jelang Nyepi memiliki akar sejarah yang cukup panjang bagi Umat Hindu.

Dalam kepercayaan umat Hindu, pawai Ogoh-ogoh yang menggambarkan mahkluk jahat Bhuta Kala tak lepas dari kisah Ramayana.

Pada Nyepi 2022 atau Tahun Baru Saka 1994 yang bertepatan pada Kamis 3 Maret 2022 ini, pawai Ogoh-ogoh kembali digelar Umat Hindu sehari jelang Nyepi setelah dua tahun dilarang akibat pandemi Covid-19.

Tak hanya sebagai upacara keagamaan, ritual itu yang menyimbolkan kemenangan kebajikan ini dirayakan sebagai bentuk pelestarian kebudayaan umat Hindu.

Baca Juga: Umat Hindu Bali kembali Gelar Pawai Ogoh-ogoh Jelang Hari Nyepi setelah Dua Tahun Pandemi

Biasanya akan dilakukan juga prosesi ritual tawur ageng kemudian upacara meracu, butakala (alam semesta) melalui upacara pengerupukan yang disimbolkan dengan mengarak Ogoh-ogoh keliling.

Tawur ageng atau tawur kesanga merupakan ritual penyucian bumi. Sebelumnya, lebih dahulu dilakukan ritual melasti atau penyucian laut.

Ritual ini ditujukan sebagai bentuk penyucian diri sebelum melakukan caturbrata. Penyepian melalui prosesi amati geni (tidak beraktivitas dengan penerangan), amati lelungan (tidak bepergian), amati pakaryan (tidak bekerja), dan amati lelagunan (tidak bersenang-senang).

Sebelum diarak keliling, narasi tentang ogoh-ogoh yang dipadukan dengan beragam tarian ditampilkan di depan umat Hindu yang datang.

Baca Juga: Asal Usul Sejarah Nama Tempat Wisata di Provinsi Bali, Ada Pantai Kuta, Jimbaran dan Gilimanuk

Dalam keyakinan umat Hindu, Ogoh-ogoh diyakini sebagai simbol pembasmian atas kejahatan. Ogoh-ogoh sebagai butakala digambarkan dengan bentuk boneka besar.

Sifat-sifat jahat, sifat-sifat alam yang tidak bersahabat dengan manusia diharapkan menjauh dalam perjalanan kehidupan.

“Kita mohonkan agar tidak mengganggu manusia. Itu simbolnya,” kata Ketua Parasida Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Banten Ida Bagus Alir Wiratmaja dikutip SerangNews.com dalam buku Persamuhan di Banten, Jumat 4 Maret 2022.

Secara historis, Ida Bagus menghubungkan ritual ogoh-ogoh dengan narasi cerita kolosal pewayangan Rama dan Sinta atau Ramayana.

Baca Juga: Kisah Awal Mahabharata: Raja Sentanu dan Silsilah Leluhur Para Pandawa serta Kurawa

Kisah yang terjadi pada tahun 400 sebelum Masehi yang mengisahkan perseteruan Raja Ayodya Rama dengan Raja Alengka Rahwana karena kasus penculikan Dewi Sinta.

Dalam perseteruan itu, Rama yang dibantu Hanuman berhasil mengalahkan dan membunuh Rahwana. Kemenangan yang disambut suka cita rakyat Adodya dengan membuat boneka besar.

Boneka besar itu lalu dipanah oleh Laksamana (adik Rama), bahwa Ayodya dengan Rama sebagai rajanya telah menghancurkan kejahatan. “Simbol untuk menghancurkan kejahatan,” papar Ida Bagus.

Baca Juga: Mahabharata, Puisi Epik Terpanjang Karya Sastra Dunia: Jadi Tema Pewayangan Jawa dan Etika Perang Militer

Tidak hanya sebagai ritual wajib menyambut hari Nyepi, dalam perkembangan ogoh-ogoh dikreasi sebagai parade berkesenian. Bentuk ogoh-ogoh diarak keliling dikenalkan kepada khalayak luas.

Dari penjelasan Ida Bagus, kreasi seni muncul dari perayaan ngusahab di Desa Selat Karangasem Bali. Ini kreasi seni budaya yang muncul awalnya di tahun 1970-an.

“Itu dimulai dari orang buat mainan boneka dihubungkan dengan filosofis ritual Hindu,” ujar Ida Bagus.

Baca Juga: Asal Usul Pemujaan Ular 'Nag Panchami' Hindu dalam Kisah Mahabharata hingga Jadi Festival Wisata di India

Ogoh-ogoh terus berkembang sebagai ritual keagamaan yang melekat pada budaya masyarakat Hindu di Indonesia. Keduanya saling berkelindan sebagai simbol ritual persembahan kepada Sang Hyang Widhi.

Menurut Ida Bagus, Umat Hindu sangat melekat antara seni dan budaya dengan agama karena Hindu kuat dengan simbol-simbol.

“Sama dengan bebantenan (sesaji) ini kan simbol-simbol, di mana umat Hindu bisa mencapai dengan Tuhan itu melalui simbol-simbol dan persembahan suci,” paparnya.***

Editor: Ken Supriyono

Tags

Terkini

Terpopuler