Kisah ini bermula sekira dekade 1970-an. Kala itu, terjadi perpecahan dunia bulutangkis menjadi menjadi dua wadah. Yakni, International Badminton Federation (IBFF) dan World Badminton Federation (BWF).
Perpecahan dinilai banyak pihak akan membuat visi bulutangkis dunia menjadi terbelah. Kondisi yang bisa membuat perpecahan pada kejuaraan bulutangkis untuk pertandingan di Olimpiade.
“Kontribusinya terhadap bulu tangkis sangat besar, ia (Dick Sudirman-red) paling dikenang karena peran pentingnya dalam membantu penyatuan badan badminton dunia,” tulis keterangan resmi pihak BWF yang dilansir SerangNews.com dari laman resminya, Kamis 26 Agustus 2021.
Dikc Sudirman yang memiliki hubungan baik dengan dua lembaga tersebut, mengisiasi penyatuan. Pertemuan dilangsungkan di Bandung pada 28 Mei 1979 dan mengehasilkan penyatuan organisasi bulutangkis dunia.
Selepas Dick Sudirman meninggal pada 1986, Suharso Suhandinata mengajukan permohon secara resmi kepada Presiden IBH Athur Jones untuk menggelar kejuaraan mengenang jasanya.
“Dalam surat Agustus 1986 itu, Suhandinata menyarankan agar sesuatu yang nyata dimulai dalam ingatan Sudirman, dan bertanya apakah IBF akan mempertimbangkan proposal Indonesia untuk diadakannya kompetisi di rumahnya,” tulis BWF.
Sidang IBF pun menerima usulan Suharso Suhandinata dengan menyematkan nama Sudirman pada kejuaraan beregu bulutangkis dengan ikon piala berciri khas ikon Borobudur di bagian atas tropi.
Piala Sudirman adalah kejuaraan bulutangkis beregu campuran Dunia yang diadakan setiap dua tahun sekali. Piala Sudirman adalah ujian kekuatan tim secara menyeluruh. Ada lima pertandingan di setiap dasi: tunggal uutra, tunggal putri, ganda putra, ganda putri dan ganda campuran.