Puisi Pilihan Tentang Pahlawan Karya Sastrawan Chairil Anwar dan Taufik Ismail, Lengkap dengan Maknanya

- 12 November 2021, 05:45 WIB
Ilustrasi: Puisi Hari Pahlawan Nasional.
Ilustrasi: Puisi Hari Pahlawan Nasional. /Pexels/Dio Hasbi Saniskoro/

Diponegoro
Karya Chairil Anwar

Dimasa Pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali
Pedang dikanan, keris dikiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanpa menyerbu
Sekali Berarti
Sudah itu mati
MAJU
Bagimu negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang

Baca Juga: Kumpulan Puisi HUT RI ke-76, Tema Kemerdekaan untuk Lomba 17 Agustusan, Yuk Dibaca

Lalu ada pula karya lainnya dari Chairil Anwar tentang tokoh pahlawan yaitu Soekarno dalam puisinya yang berjudul Persetujuan dengan Bung Karno. Pesan yang hendak disampikan Chairil Anwar dalam puisi itu adalah tentang semangat mendampingi pemimpin negara.

Persetujuan dengan Bung Karno
Karya Chairil Anwar

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu
dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
1948

Selanjutnya puisi Taufik Ismail yang juga tentang pahlawan berjudul Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini. Karya Taufik Ismail itu menggambarkan ikhtiar bangsa kita yang ingin maju dan bangkit dari penjajahan dengan memperjuangkan kemerdekaan.

Baca Juga: Puisi ‘Republik Indonesia’ Karya Mohammad Yamin, Cocok Dibaca saat Hari Kemerdekaan atau HUT RI ke-76

Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini
Karya : Taufik Ismail

Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah kita jual kekayaan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku?”
Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahan hidup sengsara.***

Halaman:

Editor: Ken Supriyono


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x