SERANG NEWS – Beredar di media sosial YouTube yang menyatakan MUI meraup ratusan triliun rupiah dari sertifikasi halal itu.
Unggahan itu juga menyebut MUI menjadi perusahaan berskala raksasa karena mengelola bisnis sertifikasi halal secara monopoli.
Termasuk uji kompetensi auditor, serta pelatihan auditor dan penyelia halal.
Konten video berujudul “MELALUI SERITIFKAT HALAL, MUI KUASAI RATUSAN TRILIUNAN RUPIAH” itu telah ditonton lebih dari 150 ribu kali dan disukasi lebih dari enam ribu pengguna lain YouTube.
Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Sohimah Meninggal Dunia Akibat Kecelakaan, Begini Faktanya
Memang saat ini, kesadaran konsumen muslim untuk memilih produk bersertifikat halal semakin meningkat.
Peningkatan permintaan produk tersertifikasi halal itu mendorong para produsen untuk mendapatkan sertifikat halal.
Di Indonesia, salah satu lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikasi halal adalah Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Namun, benarkah MUI meraup triliunan rupiah dari sertifikasi halal?
Baca Juga: Cek Fakta: Razia Masker di Seluruh Indonesia dengan Denda Rp250 Ribu Bikin Heboh, Ini Faktanya
Penjelasan:
MUI, dalam situs resminya, mengklarifikasi unggahan video yang menyebut meraup triliunan rupiah dari sertifikasi halal.
LPPOM MUI, bukanlah instansi atau lembaga pemerintah. Dalam menjalankan pemeriksaan kehalalan produk.
LPPOM MUI tidak mendapatkan pembiayaan pemerintah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sebagaimana lembaga sertifikasi lain, LPPOM MUI memberlakukan biaya tertentu kepada perusahaan yang mengajukan Ketetapan Halal MUI.
LPPOM MUI juga telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga harus dan telah memenuhi semua aturan dan ketentuan perpajakan yang berlaku.
Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Raja Salman Meninggal Dunia, Begini Faktanya Jangan Terkecoh
Pemenuhan aturan itu, termasuk Laporan Keuangan LPPOM MUI, harus diperiksa oleh akuntan publik.
Penilaian terhadap laporan keuangan LPPOM MUI telah memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Selain itu, tuduhan bahwa penetapan biaya sertifikasi halal bukan hanya berdasarkan jumlah produk. Jumlah produk bukan menjadi faktor utama penentuan biaya sertifikasi halal.
Perlu diketahui, satu ketetapan halal dapat memuat lebih dari satu produk atau varian.
Berdasarkan data LPPOM MUI, sejak 2015 hingga November 2021, perusahaan yang sudah melakukan sertifikasi halal mencapai 18.734 perusahaan, dengan sertifikat halal sejumlah 43.665 sertifikat, dan produk halal sebanyak 1.288.555 produk.
Sementara itu, berdasarkan data dari website resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), produk yang telah mendapatkan izin edar sejak 2016 mencapai 397.183 produk.
LPPOM MUI, dalam klarifikasi mereka, menyebut terus berusaha menjalankan perannya sebagai lembaga pemeriksa kehalalan produk sebaik mungkin dengan kepatuhannya terhadap regulasi.
Baca Juga: Cek Fakta: Heboh Pendaftaran CPNS 2022 Berbayar dan Kuota Terbatas Benarkah, Simak Ulasannya
Kemudian transparansi biaya akad sertifikasi halal ke pelaku usaha, dan seluruh pelayanan yang diberikan untuk memudahkan pelaku usaha.
LPPOM MUI juga telah mendapatkan akreditasi SNI ISO/IEC 17065:2012 dari Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Serta telah diakui oleh lembaga sertifikasi halal luar negeri, Emirates Authority for Standardization and Metrology (ESMA) pada standar UAE 2055:2-2016.
Dengan sertifikasi pihak ketiga, terdapat pengawasan independen berupa audit dan pemeriksaan kualitas mutu layanan, transparansi keuangan, dan hal lain dalam layanan yang bebas dari konflik kepentingan.
Klaim MUI meraup triliunan rupiah dari sertifikasi halal adalah disinformasi.***