Bagaimana Hukuman Mati untuk Koruptor Dalam Islam? Begini Penjelasan Profesor Ahmad Zahro

- 20 September 2021, 14:31 WIB
Bukan Pidana Mati, Ini Vonis Hakim Ke Juliari Batubara, Mantan Mensos Pengkorupsi Bansos
Bukan Pidana Mati, Ini Vonis Hakim Ke Juliari Batubara, Mantan Mensos Pengkorupsi Bansos /Pikiran Rakyat

SERANG NEWS – Artikel berikut ini disarikan dari buku  “Fiqih Kotemporer Menjawab 111 Masalah” karya Prof.DR.A.Zahro.

Para Fuqaha’ (Ulama ahli fiqh) sepakat bahwa korupsi merupakan perbuatan curang, dilarang dan haram hukumnya, serta merugikan banyak pihak dan bertentangan dengan  “Maqasid- syari’ah” (Tujuan Hukum Islam).

Banyak sekali ayat Al Qur’an dan hadits shahih yang dapat dirujuk terkait hal ini, antara lain disebutkan pada QS.Ali Imran 161, Al Anfal 27, Az Zuhruf 65 dan sabda Rasulullah SAW .

Rasulullah SAW dalam haditsnya bersabda; ”Barangsiapa yang aku pekerjakan dalam suatu pekerjaan, lalu telah aku berikan gajinya, maka sesuatu yang diambilnya di luar gajinya itu adalah penipuan/haram. (HR.Abu Dawud).

Semua tidak kejahatan yang menimbulkan kerusakan atau kekacauan dalam eksalasi tertentu, termasuk korupsi  dalam kadar tertentu, dapat diberlakukan hukuman mati. Hal ini didasarkan pada firman Allah pada QS.Al Maidah 33 yang artinya :

“Sungguh, balasan orang-orang yang memerangi (menentang) Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, haruslah dibunuh, disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka secara bersilang atau diasingkan. Yang demikian itu adalah hukuman yang menghinakan bagi mereka di dunia, sedang di akhirat mereka akan mendapat siksa yang amat berat”.

Baca Juga: Heboh Wacana Hukuman Mati Pelaku Korupsi Bantuan Covid-19, Kini Juliari Batubara Dituntut 11 Tahun Penjara

Berdasarkan pemahaman terhadap ayat di atas, maka tindak pidana korupsi dalam kadar tertentu dan dengan cara tertentu, pelakunya dapat dan bahkan harus dihukum mati.

Kita bisa melihat Negara Cina yang jelas bukan Negara Islam (tapi secara kebetulan melaksanakan hukum yang sama dengan hukum islam) dan semula tergolong  Negara terkorup di dunia, setelah menerapkan hukuman mati terhadap para koruptor kakap, setelah itu angka korupsi turun drastis.

Hukuman mati atau jenis hukuman lain dalam ajaran islam memang terkesan sadis namun jika dihayati secara psikososial justru dapat memberika efek jera dan meminimalisir angka kejahatan.

Dalam sebuah ayat tepatnya QS.Al Baqarah 179, Allah berfirman,”Dalam Qishash (hukuman mati) itu ada (jaminan keberlangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa”.

 Baca Juga: Pelaku Pembunuhan Sadis di Pandeglang Terancam Hukuman Mati, Ini Motifnya

Jika dikaitkan dengan kondisi sekarang, hukuman mati justru amatlah urgen untuk diterapkan terhadap koruptor dalam kadar tertentu dan cara tertentu.

Maraknya korupsi antara lain karena hukuman yang diterapkan tidak memberikan efek jera bagi pelakunya dan atau tidak membuat orang lain ngeri dengan resiko yang harus ditanggung koruptor.

Dalam sudut pandang pengamatan Ahmad Zahro dari Guru Besar Fiqih UIN Surabaya, tidak pidana korupsi itu dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu Korupsi Manajerial dan Korupsi Moral.

Korupsi Manajerial adalah tindak pidana yang secara yuridis formal memang dapat dikatakan sebagai tindak pidana korupsi, tetapi sebabnya karena kekhilafan manajerial.

Baca Juga: Mensos Juliari Peter Batubara Terancam Hukuman Mati, Ketua KPK: itu Kita Dalami

Hal tersebut dapat terjadi karena yang bersangkutan terlalu percaya pada bawahan, terlalu berbaik sangka pada jajaran pimpinan dan terlalu baik untuk memberikan bantuan pada mereka yang mengajukan permohonan.

Padahal secara personal, orang yang bersangkutan memiliki integritas moral yang tinggi dan tidak menyalahgunakan wewenang, bahkan tidak ikut menikmati uang hasil korupsi untuk kepentingan apapun.

Dalam hal ini hukuman mati tidak bisa diberlakukan pada yang bersangkutan.

Baca Juga: Mensos Juliari Peter Batubara Terancam Hukuman Mati, Ketua KPK: itu Kita Dalami

Sedangkan korupsi moral adalah tindak pidana yang secara yuridis formal memang sebagai tidak pidana korupsi yang disebabkan oleh integritas moral yang rendah dari pelakunya dan diyakini memang ada keinginan mencuri uang rakyat untuk memperkaya diri dan keluarganya.

Hal ini bisa terjadi karena ada peluang dan niat jahat dari yang bersangkutan. Korupsi jenis inilah yang layak, bahkan harus dihukum mati jika telah mencapai kadar tertentu, misalnya di atas 1 M (atau berapapun) yang disepakai DPR setelah mengadakan jaring aspirasi dari masyarakat. Wallahua’lam.***

Editor: Muh Iqbal Zikri


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x